Sabtu, 14 Januari 2017

Pengelolaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus: Kepulauan Riau)

Riau sebagai salah satu Provinsi yang memiliki daerah perairan terluas di Indonesia. Wilayah Kepulauan Riau memiliki ciri khas tersendiri yaitu terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar di Laut Cina Selatan dan pertemuan antara laut Cina Selatan, Selat Malaka dan Selat Karimata. Fisiografi kepulauan mempengaruhi ekosistem-ekosistem yang terbentuk di kawasan Kepulauan Riau yang didominasi oleh ekosistem laut dangkal.             Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir Kepulauan Riau berturut-turut dari darat adalah perairan laut dangkal, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, mangrove dan pantai. Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem subur yang terdapat di Kepulauan Riau.
Dalam pengelolaannya, justru terdapat isu-isu permasalahan di wilayah pesisir Riau Kepulauan antara lain :
·                     Kerusakan terumbu karang
·                     Abrasi/erosi terjadi dipantai yang terbuka terhadap rambatan gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Abrasi yang intensif terjadi di pantai timur pulau Natuna saat bertiup angin muson utara – timur laut. Abrasi yang intensif juga terjadi di pantai timur pulau-pulau kabupaten karimun, akibat adanya penambangan pasir laut di dasar perairan tersebut. Abrasi terjadi akibat penggalian yang intensifnya hantaman gelombang karena berkurangnya peredaman energi dan gelombang.
·                     Penurunan kualitas air di sekitar perairan Karimun kerena peningkatan kekeruhan akibat penambangan pasir.
·                     Peningkatan aktivitas kepelabuhan dan industri seperti pelayaran, konstruksi galangan kapal yang merupakan potensi pencemaran terutama di sekitar pantai baguan barat dan utara pulau Batam dari segulung, sekupang dan batu ampar.
·                     Overfishing
·                     Kerusakan habitat
·                     Penggunaan alat tangkap yang dilarang oleh pemerintah seperti : penggunaan bahan peledak, racun (Potassium sianida), Trawl,/ pukat harimau yang secara ekologi merusak kelestarian sumberdaya alam terutam terumbu karang.
·                     Dampak penambangan yang bersifat negatif misalnya pencemaran kualitas lingkungan, erosi, abrasi dan hilangnya pulau-pulau.
Terumbu Karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut utama. Terumbu karang adalah struktur hidup yang terbesar dan tertua di dunia. Untuk sampai ke kondisi yang sekarang, terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun.   Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Jenis-jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung:
1.                  Pemanfaatan secara langsung oleh manusia adalah pemanfaatan sumber daya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya
2.                  Pemanfaatan secara tidak langsung adalah seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya.
Sejak dahulu penduduk yang tinggal di dekat pantai berhubungan dengan terumbu karang dalam kondisi yang harmonis. Namun dalam beberapa waktu terakhir ini, melalui adanya teknologi baru dan naiknya permintaan terhadap produksi laut menyebabkan terumbu karang menjadi obyek dari perusakan yang serius. Banyak ilmuwan melihat bahwa penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah manusia (anthropogenic impact), misalnya melalui kegiatan tangkap lebih (over-exploitation) terhadap hasil laut, penggunaan teknologi yang merusak (seperti potassium cyanide, bom ikan, muro ami dan lain-lain), erosi, polusi industri dan mismanajemen dari kegiatan pertambangan telah merusak terumbu karang baik secara langsung maupun tidak langsung. Akar permasalahan dari timbulnya ulah manusia untuk merusak terumbu karang adalah :
1.                  Kependudukan dan Kemiskinan
2.                  Tingkat Konsumsi Berlebihan dan Kesenjangan Sumber daya Alam.
3.                  Kelembagaan dan Penegakan Hukum. Rendahnya Pemahaman tentang Ekosistem.
4.                  Kegagalan sistem Ekonomi dan Kebijakan dalam Penilaian Ekosistem
Kerusakan Terumbu Karang Akibat Pembangunan di Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir yang tidak dikelola dengan baik dapat mengancam keselamatan terumbu karang akibat sedimentasi dan pencemaran perairan laut. Pengerukan, reklamasi, penambangan pasir, pembuangan limbah padat dan cair, dan konstruksi bangunan, semuanya dapat mengurangi pertumbuhan karang, bahkan menyebabkan pemutihan karang dalam kasus-kasus yang berat. Ancaman terhadap terumbu karang akibat pembangunan wilayah pesisir dianalisis berdasarkan jarak ke pusat pemukiman penduduk, luas area pusat pemukiman, tingkat pertumbuhan penduduk, dan jarak ke pangkalan udara, pertambangan, fasilitas pariwisata, dan pusat fasilitas selam.
Kerusakan Terumbu Karang Akibat Pencemaran Pencemaran Laut
Aktivitas di laut yang mengancam terumbu karang antara lain pencemaran dari pelabuhan, tumpahan minyak, pembuangan bangkai kapal, pembuangan sampah dari atas kapal, dan akibat langsung dari pelemparan jangkar kapal.
Sedimentasi dan Pencemaran DaratPenebangan  hutan, perubahan tata guna lahan, dan praktek pertanian yang buruk, semuanya menyebabkan peningkatan sedimentasi dan masuknya unsur hara ke daerah tangkapan air. Sedimen dalam kolom air dapat sangat mempengaruhi pertumbuhan karang, atau bahkan menyebabkan kematian karang. Kandungan unsur hara yang tinggi dari aliran sungai dapat merangsang pertumbuhan alga yang beracun.
Eksploitasi
Penangkapan ikan secara berlebihan memberikan dampak perubahan padaukuran, tingkat kelimpahan, dan komposisi jenis ikan. Hal itu disebabkan ikan turut berperan di dalam mencapai keseimbangan yang harmonis di dalam ekosistem terumbu karang. Penangkapanbesar-besaran akan menyebabkan terumbukarang menjadi rapuh terhadap gangguan dari alam maupun gangguan dari kegiatan manusia.Penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan pengeboman ikan merupakan praktek yang umum dilakukan, yang memberikan dampak sangat negatif bagi terumbu karang. Penangkapan ikan dengan racun akan melepaskan racun sianida ke daerah terumbu karang, yang kemudian akan membunuh atau membius ikan-ikan. Karang yang terpapar sianida berulang kali akan mengalami pemutihan dan kematian. Pengeboman ikan dengan dinamit atau dengan racikan bom lainnya, akan dapat menghancurkan struktur terumbu karang, dan membunuh banyak sekali ikan yang ada di sekelilingnya.
Perubahan Iklim Global
Isu mengenai global warming yang banyak dibicarakan, berdampak besar pada terumbu karang. Peningkatan suhu permukaan laut telah menyebabkan pemutihan karang (bleaching) yang lebih parah dan lebih sering. Peristiwa-peristiwa alam seperti El Nino dan Tsunami juga menyebabkan kerusakan yang serius terhadap kelangsungan hidup terumbu karang.
Dampak Dari Kerusakan Terumbu Karang
Ancaman terhadap kelangsungan hidup terumbu karang, mengakibatkan kerusakan lingkungan yang besar. Terumbu karang yang merupakan sentral dari ekosistem laut sangat mempengaruhi kehidupan di laut. Komposisi oksigen di laut menjadi berkurang. Banyak biota laut, baik hewan maupun tumbuhan akan ikut musnah jika terumbu karang menjadi rusak. Selain itu, di daerah-daerah pesisir pantai akan mudah terjadi abrasi, mengakibatkan perubahan lingkungan yang drastis dan membuat tidak adanya perlindungan terhadap daerah pantai. Berbagai pencemaran yang terjadi bukan hanya merusak laut tapi juga mengancam kesehatan manusia.
Ikan yang ditangkap dengan menggunakan racun kemudian di konsumsi sangat membahayakan manusia.
UPAYA-UPAYA UNTUK MENYELAMATKAN TERUMBU KARANG
1.                  1. Perlunya Kesadaran Manusia
Dalam upaya menyelamatkan terumbu karang, yang paling utama adalah perlunya kesadaran dari manusia untuk menjaga dan melestarikan terumbu karang. Untuk itu, diperlukan pemberian informasi, pengetahuan, dan wawasan mengenai terumbu karang. Fungsi dari terumbu karang, manfaatnya, kondisi dari terumbu karang saat ini, dan apa yang akan terjadi jika kerusakan terumbu karang ini terus berlanjut. Dengan adanya pendidikan mengenai terumbu karang, maka akan ada rasa memiliki sehingga manusia bisa peduli dan melindungi terumbu karang.Beberapa hal berikut yang dapat dilakukan secara individu untuk mengurangi kerusakan terumbu karang :
·                     Terapkan prinsip 3R (reduce-reuse-recycle) dan hemat energi. Terumbu karang adalah ekosistem yang sangat peka terhadap perubahan iklim. Kenaikan suhu sedikit saja dapat memicu pemutihan karang (coral bleaching). Pemutihan karang yang besar dapat diikuti oleh kematian massal terumbu karang. Jadi apapun yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak global warming, akan sangat membantu terumbu karang.
·                     Buang sampah pada tempatnya, tidak membuang sampah ke sungai yang kemudian akan bermuara ke laut. Hewan laut besar sering terkait pada sampah-sampah sehingga mengganggu gerakannya. Misalnya sampah plastik yang transparan diperkirakan kadang dimakan oleh penyu karena tampak seperti ubur-ubur. Sampah plastik ini akan mengganggu pencernaanya.
·                     Bergabung dengan organisasi pecinta lingkungan. Saling berbagi ilmu, pendapat, dan berdiskusi. Membangun trend hidup ramah lingkungan.
·                     Bergabung dengan gerakan-gerakan sukarelawan, atau terlibat aktif dalam kegiatan lingkungan.
·                     Bagi penyelam pemula atau yang sedang belajar sebaiknya melakukan penyelaman di perairan yang tidak ber-terumbu karang.
1.                  2. Peranan pemerintah
Keikutsertaan pemerintah dalam melestarikan terumbu karang sangat penting. Pemerintah sebagai pengatur dan pengawas masyarakat. Pemerintah dapat menetapkan kebijakan dan peraturan peraturan untuk menyelamatkan terumbu karang. Membuat rencana-rencana perbaikan lingkungan yang sudah rusak dan mencegah kerusakan terumbu karang.
Pemerintah juga dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga atau organisasiorganisasi lingkungan untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Misalnya melakukan kampanye-kampanye lingkungan hidup bekerjasama dengan media-media atau organisasi seperti National Geographic Indonesia, WWF Indonesia, Yayasan Reef Check Indonesia, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan Yayasan TERANGI (Terumbu Karang Indonesia) dan lainnya untuk mengawasi kelangsungan hidup terumbu karang. Baik mengawasi eksploitasi karena ulah manusia, pertumbuhan terumbu karang yang sedang direstorasi, dan pengawasan daerah terumbu karang yang terancam di Indonesia.Upaya restorasi adalah tindakan untuk membawa ekosistem yang telah terdegradasi kembali menjadi semirip mungkin dengan kondisi aslinya sedangkan tujuan utama restorasi terumbu karang adalah untuk peningkatan kualitas terumbu yang terdegradasi dalam hal struktur dan fungsi ekosistem. Mencakup restorasi fisik dan restorasi biologi. Restorasi fisik lebih mengutamakan perbaikan terumbu dengan fokus pendekatan teknik, dan restorasi biologis yang terfokus untuk mengembalikan biota berikut proses ekologis ke keadaan semula.Pemerintah harus benar-benar merealisasikan upaya-upaya untuk menyelamatkan terumbu karang. Pemerintah perlu bersikap tegas mengenai kerusakan lingkungan yang terjadi dan berusaha dengan sebaik-baiknya melindungi terumbu karang yang juga merupakan aset negara.
1.                  3. Upaya Perlindungan Lingkungan Secara Global
Perubahan – perubahan lingkungan yang terjadi akan berdampak pada perubahan lingkungan secara global. Antara satu negara dengan negara lain memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kerusakan lingkungan. Banyak deklarasi-deklarasi yang disepakati oleh banyak negara dalam upaya menyelamatkan lingkungan. Begitu pula dengan menyelamatkan terumbu karang. Telah banyak kesepakatan-kesepakatan yang telah disetujui oleh banyak negara untuk bekerja sama dalam menjaga lingkungan.
Yang paling terakhir dilakukannya World Ocean Conference (WOC) atau disebut juga Manado Ocean Declare pada tanggal 11-15 Mei 2009 di Manado. Deklarasi ini disepakati oleh 61 negara, termasuk negara-negara Coral Triangle Initiative Summit yang merupakan kawasan yang kaya akan terumbu karang. Dalam deklarasi ini disepakati komitmen bersama mengenai penyelamatan lingkungan laut dari ancaman global warming dan komitmen program penyelamatan lingkungan laut secara berkelanjutan di tiap negara. Kampanye lingkungan hidup seperti ini sangat baik bagi upaya penyelamatan lingkungan. Apalagi dilakukan secara global yang menjaring banyak pihak sehingga diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih cepat dan lebih baik lagi.

KEGIATAN MANUSIA DAN KERUSAKAN TERUMBU KARANG

Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia, antara lain: (1) Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak adanya kawasan industri. (2) Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan. (3) Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan. Salah satu ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup adalah merusak hutan bakau.
Terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang sangat terancam didunia. Sebanding dengan hutan hujan dalam keanekaragaman hayatinya dan merupakan sumber keuntungan ekonomi yang besar dari perikanan dan pariwisata, ekosistem terumbu karang adalah salah satu kepentingan dunia. Selain itu, karang memegang fungsi penting di negara-negara berkembang, khususnya di negaranegara kepulauan berkembang. Hingga kini, tekanan yang disebabkan oleh kegiatan manusia-seperti pencemaran dari daratan dan praktek perikanan yang merusak- telah dianggap sebagai bahaya utama untuk terumbu karang. Sementara masalah-masalah ini belum hilang, selama dua dekade terakhir telah muncul ancaman lain yang lebih potensial. Terumbu karang telah terpengaruh dengan naiknya tingkat kemunculan dan kerusakan karena pemutihan karang (Coral Bleaching), yaitu suatu fenomena sehubungan adanya aneka tekanan, khususnya kenaikan suhu air laut. Pemutihan yang parah dan lama dapat perluasan kematian karang dan peristiwa kematian dan pemutihan terumbu yang aneh di tahun 1998 telah mempengaruhi sebagianbesar daerah terumbu karang di kawasan Indo-Pasifik.
Bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska terdapat pada regional Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat yaitu Samudera Pasifik sampai Afrika Timur.
Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan Maluku dan Nusa Tenggara. Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya (Anonymous, 2009).
Ekosistem Terumbu Karang
Menurut Timotius S, (2003) Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hew an karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hew an berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Lebih lanjut dalam makalah ini pembahasan lebih menekankan pada karang sejati (Scleractinia).
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui. (Anonymous, 2010).
Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter.
Anatomi karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari:
1.         Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri.
2.         Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan (gastrovascular)
3.         Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur). Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari kelompok Dinoflagelata, dengan w arna coklat atau coklat kekuning-kuningan. Mengapa zooxanthellae ada dalam tubuh karang, kemudian apa perannya serta bentuk hubungan seperti apa yang ada antara karang dan zoox akan dibahas lebih lanjut pada bagian Asosiasi Zooxanthellae dengan karang.
Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa, sementara di siang hari tentekel ditarik masuk kedalam rangka. Di ektodermis tentakel terdapat sel penyengatnya (knidoblas) , yang merupakan ciri khas semua hew an Cnidaria. Knidoblas dilengkapi alat penyengat (nematosita) beserta racun didalamnya. Sel penyengat bila sedang tidak digunakan akan berada dalam kondisi tidak aktif,dan alat sengat berada di dalam sel. Bila ada zooplankton atau hew an lain yang akan ditangkap, maka alat penyengat dan racun akan dikeluarkan.
Karang memiliki dua cara untuk mendapatkan makan, yaitu menangkap zooplankton yang melayang dalam air dan menerima hasil fotosintesis zooxanthellae. Hasil fotosintesis zooxanthellae yang dimanfaatkan oleh karang, jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan proses respirasi karang tersebut (Muller-Parker & D’Elia 2001). Sebagian ahli lagi mengatakan sumber makanan karang 75-99% berasal dari zooxanthellae (Tucket & Tucket 2002, dalam Timotius S, 2003).
Asosiasi karang dengan zoxanthellae adalah alga dari kelompok Dinoflagellata yang bersimbiosis pada hew an, seperti karang, anemon, moluska dan lainnya. Sebagian besar zooxanthella berasal dari genus Symbiodinium. Jumlah zooxanthellae pada karang diperkirakan > 1 juta sel/cm2 permukaan karang, ada yang mengatakan antara 1-5 juta sel/cm2. Meski dapat hidup tidak terikat induk, sebagian besar zooxanthellae melakukan simbiosis. Dalam asosiasi ini, karang mendapatkan sejumlah keuntungan berupa hasil fotosintesis, seperti gula, asam amino, dan oksigen.
Bagi zooxanthellae, karang adalah habitat yang baik karena merupakan pensuplai terbesar zat anorganik untuk fotosintesis. Sebagai contoh Bytell menemukan bahw a untuk zooxanthellae dalam Acropora palmata suplai nitrogen anorganik, 70% didapat dari karang. Anorganik itu merupakan sisa metabolisme karang dan hanya sebagian kecil anorganik diambil dari perairan.
Bagaimana zooxanthellae dapat berada dalam karang, terjadi melalui beberapa mekanisme terkait dengan reproduksi karang. Dari reproduksi secara seksual, karang akan mendapatkan zooxanthellae langsung dari induk atau secara tidak langsung dari lingkungan. Sementara dalam reproduksi aseksual, zooxanthellae akan langsung dipindahkan ke koloni baru atau ikut bersama potongan koloni karang yang lepas. Mekanisme reproduksi lebih lanjut dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Seperti hewan lain, karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru. Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum (fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan).
Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
A. Bioerosi
Proses biologi yang bersifat merusak struktur terumbu karang yang umumnya disebut bioerosi. Bioerosi merupakan penghilangan CaCO3 dari terumbu atau dari koloni karang oleh proses-proses biologi. Organisme yang melalui aktivitasnya menyebabkan rangka kapur karang-karang pembentuk terumbu mengalami erosi dan melemah disebut bioeroder. Berdasar lokasi organisme itu berada dalam substrat kapur, bioeroder dapat dikelompokkan menjadi: Epilit (hidup di permukaan); kasmolit (dalam lubang dan celah); serta endolit (dalam rangka). Kelompok bioeroder tersebut mencakup Microborer (alga, jamur dan bakteri). Kelompok ini berperan sebagai pionir proses bioerosi, yang kemudian diikuti oleh macroborer (spon; gastropoda;barnakel; Sipunkulus; Polychaeta) Erosi yang diakibatkan terjadi di permukaan maupun hingga ke bagian dalam rangka terumbu. Bakteri mampu mencerna matriks organik kapur dan menyebabkan bioerosi bagian dalam. Jamur dengan senyaw a kimia yang dihasilkan dapat menggores permukaan karang, melunakkan, dan merusak kapur. Grazer: Scaridae (ikan kakatua), (Timotius S, 2003).
Dijelaskan juga oleh Anonymaus, (2008) pemangsaan terhadap terumbu karang dilakukan oleh predatornya yaitu Acanthaster planci, Chaetodontidae, Tetraodontidae).
B. Kerusakan terumbu karang oleh perubahan  fisika kimia air laut
Peruban fisika dan kimia air laut pada kondisi tertentu menyebabkan kematian atau karusakan terumbu karang. Dijelaskan oleh Westmacott S, et al., (2000), Tekanan penyebab pemutihan antara lain tingginya suhu air laut yang tidak normal, tingginya tingkat sinar  ultraviolet, kurangnya cahaya, tingginya tingkat kekeruhan dan sedimentasi air, penyakit, kadar garam yang tidak normal dan polusi. Mayoritas pemutihan karang secara besarbesaran dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini berhubungan dengan peningkatan suhu permukaan laut (SPL) dan khususnya pada HotSpots. HotSpot adalah daerah dimana SPL naik hingga melebihi maksimal perkiraan tahunan (suhu tertinggi pertahun dari rata-rata selama 10 tahun) dilokasi tersebut. Apabila HotSpot dari 1°C diatas maksimal tahunan bertahan selama 10 minggu atau lebih, pemutihan pasti terjadi. Dampak gabungan dari tingginya SPL dan tingginya tingkat sinar matahari (pada gelombang panjang ultraviolet) dapat mempercepat proses pemutihan dengan mengalahkan mekanisme alami karang untuk melindungi dirinya sendiri dari sinar matahari yang berlebihan.
Perubahan yang ektrim pada faktor-faktor pembatas seperti suhu, salinitas, salinitas, cahaya, kecerahan, gelombang dan arus akan sangat mempengaruhi  pertumbuhan terumbu karang bahkan bisa merusak dan mematikan terumbu karang. Anonymaus, (2008) menjelaskan secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C. Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 32­35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %. udara terbuka merupakan faktor pembatas karena dapat mematikan jaringan hidup dan alga yang bersimbiosis di dalamnya. Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang. Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.
C. Kerusakan oleh Kegiatan Manusia
Di Pasifik bagian barat, SPL berada diatas batas selama lebih dari 5 bulan dibeberapa tempat. Beberapa bagian dari Great Barrier Reef  mengalami pemutihan, dengan kematian karang mencapai 70–80% dibeberapa lokasi (Goreau et al., 2000) sedangkan ditempat lain kematian karang kurang dari 17% (Wilkinson, 1998). Beberapa terumbu di Filipina, Papua Nugini dan Indonesia juga menderita, walaupun banyak terumbu di Indonesia bagian tengah selamat karena naiknya air dingin dari bawah laut (upwelling) (Westmacott S, et al., 2000).
Kerusakan yang terjadi yang paling besar dilakukan oleh berbagai kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Kegiatan manusia bisa secara langsung dan tidak langsung.  Kegiatan manusia yang secara langsung adalah kegiatan manusia yang secara langsung berhubungan dengan terumbu karang dan menyebabkan kerusakan dan kematian. Sedangkan kegiatan tidak langsung adalah kegiatan yang dilakukan manusia didarat yang menyebabkan kerusakan lingkungan lain yang dampaknya juga mengakibatkan rusaknya fisik maupun kimia lingkungan terumbu karang. Contohnya penebangan hutan yang mengakibatkan banjir bandang dan lumpurnya langsung kelaut, polusi udara yang menyebakan perubahan iklim dan lain sebagainya.

Masalah yang lebih rumit adalah ada sekelompok masyarakat yang berpendidikan dan bermodal kuat menggunakan bahan-bahan cyanida dan bom serta didukung dengan kapal dan peralatan selam untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan karang serta berkompetisi dengan masyarakat nelayan tradisional.  Modal dan keuntungan mereka digunakan juga untuk menetapkan kolusi dengan penguasa tertentu, sehingga bila tertangkap sering mengalami kesulitan untuk dihukum. Ekosistem terumbu karang mempunya potensi ekonomi yang sangat besar mendorong pengambilan sumberdaya yang dikandungnya  secara berlebihan (over exploitation) serta kurang mengindahkan kaidah-kaidah konservasi.  Karena adanya asumsi bahwa sumberdaya yang berada di ekosistem terumbu karang adalah milik bersama (common property), sehingga bila mereka tidak emanfaatkannya pada saat ini, maka akan dimanfaatkan orang lain (tragedy of common).   Untuk mengeksploitasi sumberdaya hayati tersebut, sebagian besar dari mereka menggunakan racun cyanida, bahan peledak, muro ami, dan bubu yang semuanya itu merusak ekosistem terumbu karang.  Para pengguna racun Cyanida umumnya  bermaksud menangkap ikan karang untuk dipasarkan dalam keadaan hidup di negara tertentu, sehingga mereka membentuk jaringan penangkap dan pemasaran secara internasional.  Sedang ikan-ikan yang dibom biasanya mati dan mengalami kehancuran sehingga perlu dipasarkan dalam skala propinsi, regional atau nasional, (Tinungki GM., 2001)
Kegiatan Manusia Yang Mempengaruhi Ekosistem Terumbu Karang
Banyak tuduhan yang dialamatkan pada manusia sebagai penghancur homeostatis alam. Thomas Berry berbicara tentang manusia sebagai makhluk bumi yang jahat dan perusak. Ia juga menyebut kehadiran manusia sebagai penyebab penderitaan dunia. Bonaventura, filsuf-teolog di zaman patristik, dalam bukunya, “Perjalanan Menuju Jiwa Allah”, juga menyebut alam semesta sebagai ”kitab alam” yang ditulis Allah sebagai media manusia untuk bersatu dengan-Nya. Pasalnya, alam adalah ”sakramen” Tuhan, tangga untuk menuju keharmonisan bersama Sang Khalik. Sehingga, jika kita menyadari hal tersebut, tentu visi dan misi teologi kita harus sampai pada aspek keselamatan (soteriologi) yang bersifat universal, yaitu keselamatan yang menjangkau seluruh ciptaan Tuhan (manusia, alam, dan sebagainya) dalam rumah tangga dunia, (Gulo P., 2007).
Pemutihan akibat perubahan iklim bukanlah satu-satunya ancaman bagi terumbu karang. Para peneliti dan pengelola telah prihatin selama bertahun-tahun akan meningkatnya dampak kegiatan manusia yang menurunkan kondisi terumbu karang dunia (Brown, 1987; Salvat, 1987;Wilkinson, 1993; Bryant et al., 1998; Hodgson, 1999). Perkiraan terakhir menunjukkan bahwa 10% dari terumbu karang dunia telah mengalami degradasi yang tak dapat dipulihkan dan 30% lainnya dipastikan akan mengalami penurunan berarti dalam kurun waktu 20 tahun mendatang (Jameson et al., 1995). Analisa ancaman-ancaman yang potensial bagi terumbu karang dari kegiatan manusia (pembangunan daerah pesisir, eksploitasi berlebihan dan praktek perikanan yang merusak, polusi darat dan erosi dan polusi laut) di tahun 1998 memperkirakan bahwa 27% dari terumbu berada di tingkat berisiko tinggi dan 31% lainnya berada di risiko sedang (Bryant et al., 1998)., (Westmacott S, et al., 2000).
Ancaman-ancaman ini sebagian besar merupakan hasil dari kenaikan penggunaan sumber-sumber pesisir oleh populasi pesisir yang berkembang secara cepat, ditunjang oleh kurangnya perencanaan dan pengelolaan yang tepat. Terumbu yang telah mengalami tekanan akibat kegiatan manusia dapat menjadi lebih rentan untuk memutih bilamana  HotSpots  meluas, karena karang yang telah lemah dapat berkurang kemampuannya menghadapi naiknya suhu permukaan laut sebagai tekanan tambahan. Lebih lanjut lagi bahkan setelah suhu permukaan laut kembali normal, dampak manusia dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan karang baru.Tentunya, terumbu yang pernah dihadapkan pada gangguan manusia yang berlanjut seringkali menunjukkan kemampuan yang rendah untuk pulih (Brown, 1997; Westmacott S, et al., 2000).
Lebih lanjut Westmacott S, et al., (2000) mengatakan, terumbu yang tidak diganggu oleh kegiatan manusia dapat memiliki kemampuan yang lebih baik untuk pulih, bila keadaan lingkungan optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan karang. Secara historis, terumbu karang telah mampu pulih dari gangguan alam berkala (contohnya topan, predator yang berlebihan, dan beragam penyakit). Justru gangguan kronis dari kegiatan manusialah yang leih merusak saat ini. Ini membawahi pentingnya sedapat mungkin menghilangkan seluruh dampak langsung negatif manusia untuk member terumbu kesempatan terbaik agar pulih dari pemutihan. Dampak tersebut dihasilkan dari serangkaian kegiatan diantaranya:
• Pembangunan pesisir untuk perumahan, resort, hotel, industri, pelabuhan dan pembangunan marina seringkali menyebabkan reklamasi daratan dan penggerukan tanah. Ini dapat meningkatkan sedimentasi (sehingga mengurangi cahaya dan menutupi karang) dan menimbulkan kerusakan fisik langsung bagi terumbu.
•  Pengelolaan yang tidak berkelanjutan di daerah aliran sungai yang disesuaikan dan daerah pesisir, termasuk pengurangan lahan hutan, pertanian yang buruk dan praktek pemanfaatan lahan yang buruk, mengacu kepada pengaliran pestisida (yang membahayakan organism terumbu karang), pupuk (yang menyebabkan bertambahnya nutrisi) dan sedimentasi.
• Eksploitasi berlebihan dapat mengakibatkan sejumlah perubahan pada terumbu karang. Penangkapan jenis ikan pemakan alga yang berlebihan dapat mengakibatkan pertumbuhan alga yang eksesif, penangkapan yang berlebihan dari jenis ikan yang berperan amat penting dalam ekosistem terumbu dapat mengakibatkan meledaknya populasi jenis lain dibagian manapun dari rantai makanan.
•  Kegiatan perikanan yang merusak, seperti memakai alat peledak dan penggunaan jaring insang dan pukat dapat membuat kerusakan fisik yang ekstensif bagi terumbu karang dan mengakibatkan tingginya persentase kematian ikan yang belum dewasa (yaitu bibit ikan dewasa dimasa mendatang). Penggunaan sianida dan racun lain untuk menangkap ikan akuarium juga berdampak negatif.
•  Pembuangan limbah industri dan rumahtangga meningkatkan tingkat nutrisi dan racun dilingkungan terumbu karang. Pembuangan limbah tak diolah langsung ke laut menambah nutrisi dan pertumbuhan alga yang berlebihan. Limbah kaya nutrisi dari pembuangan atau sumber lain khususnya amat mengganggu, karena mereka meningkatkan perubahan besar dari struktur terumbu karang secara perlahan dan teratur. Alga mendominasi terumbu hingga melenyapkan karang pada akhirnya.
• Kegiatan kapal dapat berdampak bagi terumbu melalui tumpahan minyak dan pembuangan dari ballast kapal. Walaupun konsekuensinya kurang dikenal, hal ini berdampak lokal yang berarti. Kerusakan fisik secara langsung dapat terjadi karena kapal membuang sauh di terumbu karang dan pendaratan kapal tak disengaja.
• Banyak kegiatan lain yang terjadi langsung di terumbu karang menyebabkan kerusakan fisik bagi karang dan oleh karena itu mempengaruhi integritas struktur karang. Kerusakan seperti ini seringkali terjadi dalam hitungan menit tetapi tahunan untuk memperbaikinya. Sebagai tambahan dari kegiatan sebagaimana disebutkan diatas, kerusakan dapat pula disebabkan karena orang menginjak karang untuk mengumpulkan kerang dan organisme lain didataran terumbu karang atau di daerah terumbu karang yang dangkal, dan penyelam (diving maupun snorkel) berdiri diatas atau mengetuk-ketuk terumbu karang.
Di jelaskan pula oleh Burke et al ., (2002) dalam Sudiono G., (2008) bahwa terdapat beberapa penyebab kerusakan terumbu karang yaitu:
(1) Pembangunan di wilayah pesisir yang tidak dikelola dengan baik;
(2) Aktivitas di laut antara lain dari kapal dan pelabuhan termasuk akibat langsung dari pelemparan jangkar kapal;
(3) Penebangan hutan dan perubahan tata guna lahan yang menyebabkan peningkatan sedimentasi;
(4) Penangkapan ikan secara berlebihan memberikan dampak terhadap keseimbangan yang harmonis di dalam ekosistem terumbu karang;
(5) Penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan bom; dan
(6) Perubahan iklim global. 
Tindakan Pengelolaan Terumbu Karang
Tekanan perubahan iklim terhadap terumbu karang mengancam keberlanjutan ketersediaan pangan dan akan memaksa masyarakat di daerah pesisir berpindah karena kehilangan sumber makanan dan sumber pendapatan. Studi yang dilakukan World Wildlife Fund (WWF) Internasional juga menyebutkan bahwa jika dunia tidak mengambil tindakan efektif untuk menekan dampak perubahan iklim maka kawasan terumbu karang di Segitiga Karang (Coral Triangle) akan hilang pada akhir abad ini. Hal itu membuat kemampuan daerah pesisir untuk menghidupi populasi di daerah sekitarnya akan berkurang 80 persen. Direktur Jenderal WWF Internasional James Leape mengatakan, hal itu bisa terjadi karena keberadaan terumbu karang sangat memengaruhi kelangsungan ekosistem laut, termasuk kehidupan sumber daya hayati di dalamnya. Segitiga Karang yang meliputi kawasan Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua Niugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste mencakup 30 persen dari terumbu karang di dunia dan 76 persen dari spesies karang yang membentuknya merupakan tempat bertelur jenis ikan strategis, seperti ikan tuna,  (Anonymaus, 2009).
Pemulihan terumbu karang beragam macamnya mulai dari terumbu karang yang satu ke yang lain sesuai dengan keunikan setiap lokasi. Westmacott S, et al., (2000) dalam bukunya menyarankan tindakan pengelolaan terumbu karang dengan melihat kondisi yang optimal dan pengelolaan yang hati-hati dapat membantu, dengan mengurangi dampak negatif dengan memperbaiki keadaan bagi pemulihan. Pemulihan hanya terjadi bila tekanan tambahan akibat kegiatan manusia dibatasi. Kondisi yang optimal untuk pemulihan ekosistem terumbu karang secara maksimal meliputi:
• Permukaan dasaran yang padat, bebas alga dimana larva karang dapat menempel dan tumbuh; bilamana karang mati selama pemutihan, batu yang mereka tinggalkan menjadi substrat yang potensial untuk peremajaan.
• Daerah bebas penangkapan ikan yang berlebihan, sedimentasi, polusi, pupuk, limbah tak diolah dan bahanbahan lain yang dapat mengurangi pertumbuhan dan mempengaruhi kelangsungan peremajaan karang; kualitas air yang baik dan pengurangan dampak fisik yang mampu menunjang pertumbuhan dan peremajaan karang.
• Keberadaan karang dewasa yang matang secara seksual didaerah tersebut sebagai penyedia larva baru, kemampuan terumbu karang yang tak terganggu, jauh dari terumbu karang yang rusak, untuk menyediakan larva akan bergantung dari arus laut yang sesuai dan kesehatan terumbu karang induk. Karang lokal yang tersisa dapat pula menjadi sumber larva di daerah tersebut.
• Perlindungan dari penangkapan ikan yang berlebihan untuk mempertahankan populasi ikan yang sehat, ikan herbivora akan memakan alga dan menjaga karang yang mati sebagai substrat bagi kolonisasi karang.
Kondisi-kondisi ini menurutnya dapat dimaksimalkan dengan pengelolaan yang terencana dengan baik. Lebih lanjut   Westmacott S., et al., (2000) berbicara tentang strategi pelestarian terumbu karang dalam konteks Daerah Perlindungan Laut, perikanan, pariwisata dan Pengelolaan Pesisir Terpadu.
A. Daerah Perlindungan Laut (DPL)
DPL dapat memegang peranan yang semakin penting bagi pelestarian dan  pengelolaan terumbu karang nantinya dengan cara:
• Melindungi daerah terumbu karang yang tidak rusak yang dapat menjadi sumber larva dan sebagai alat untuk membantu pemulihan.
• Melindungi daerah yang rapuh untuk HotSpot, contohnya karena kenaikan air dingin dari bawah laut dimasa mendatang, nantinya.
• Melindungi daerah yang bebas dari dampak manusia dan cocok sebagai substrat bagi penempelan karang dan pertumbuhan kembali.
• Memastikan bahwa terumbu karang tetap menopang kelangsungan kebutuhan masyarakat sekitar yang bergantung padanya.
Tindakan-tindakan pengelolaan dalam  kaitannya dengan Daerah Perlindungan Laut adalah:
1. Pengidentifikasian wilayah-wilayah terumbu karang yang kurang rusak dan meninjau ulang sistem zonasi dan batasanbatasan. Survei terumbu-terumbu karang dikawasan DPL adalah keharusan yang amat penting untuk dilakukan, untuk mengidentifikasi terumbu karang sehat dan yang dapat menyumbang bagi pemulihan wilayah tersebut secara keseluruhan.
2. Menjamin bahwa DPL dikelola secara efektif. Terumbu-terumbu karangyang rusak di DPL kemungkinan pulih lebih cepat jika mereka dikelola secara tepat dan tidak diberikan beban tambahan seperti contohnya kunjungan wisatawan yang banyak sekali.
3. Mengembangkan pendekatan lebih strategis untuk mendirikan sistem DPL. Untuk pengembangan sistem DPL skala nasional dan regional, pendekatan lebih strategis mungkin diperlukan untuk memperhatikan terumbu karang sumber dan penampung dan pola penyebaran larva karang.

B. Perikanan
Terumbu karang membantu perikanan dalam nilai besar, termasuk ikan dan jenis invertebrata. Pemanfaatan oleh manusia dapat timbul dalam skala komersial besar atau dalam skala artisanal kecil. Tujuan utama dari beberapa perikanan adalah mengumpulkan makanan, sementara perikanan lainnya dapat berkaitan dengan pengumpulan barang-barang cinderamata dan perdagangan akuarium. Kesemua bidang usaha ini dapat terpengaruh oleh pemutihan karang. Sementara kebanyakan penelitian perikanan saat ini masih terfokus pada ikan yang dapat dimakan, kita dapat saja menggunakan teori mutakhir untuk mengurangi dampak potensial pemutihan dan degradasi terumbu karangpada perikanan terumbu karangsecara garis besar. Setelah mengkaji ulang teori-teori dasar perikanan kami akan menerapkan prinsip pencegahan untuk membuat beberapa usulan dalam garis besar.
Tindakan-tindakan dibidang perikanan adalah:
1. Mendirikan zona dilarang memancing dan pembatasan alat perikanan untuk melindungi tempat berkembang biak dan menyediakan tempat berlindung bagi ikan.
2. Mempertimbangkan ukuran perlindungan tertentu untuk:
• Pemakan alga, seperti ikan kakatua dan ikan butane yang berperan penting untuk mempertahankan substrat yang tepat bagi penempelan larva karang.
• Ikan pemakan karang, seperti ikan kepe-kepe dan ikan damsel (damselfish) yang ditangkap untuk perdagangan akuarium, mungkn berkurang populasinya karena habitat dan sumber makanannya telah menurun.
3. Memberlakukan peraturan yang melarang praktik penangkapan ikan yang merusak (seperti dengan peledak, jaring insang (gill net), pukat cincin (purse seine), sianida dan racun lain) yang dapat merusak terumbu karang.
4. Memonitor komposisi dan ukuran penangkapan untuk mengevaluasi kesuksesan strategi pengelolaan dan mengimplementasikan strategi baru jika diperlukan.
5. Mengembangkan mata pencaharian pilihan bagi komunitas nelayan bila diperlukan.
6. Membatasi masuknya nelayan baru ke daerah penangkapan ikan dengan sistem pemberian ijin.
7. Mengatur pengambilan biota-biota terumbu karang untuk akuarium dan cindera mata. Peraturan yang mengatur kegiatan-kegiatan ini ada di beberapa negara dan harus digalakkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) membantu mengontrol perdagangan internasional dengan memberikan ijin eksport seluruh karang batu dan beberapa kerang (contohnya kima raksasa). Negaranegara peserta CITES pun harus melaksanakankewajiban mereka.

C. Pariwisata
Tindakan-tindakan pengelolaan di bidang pariwisata adalah:
1. Mempertahankan populasi ikan sehat bagi para penyelam dan snorkellers. Ikan yang beraneka ragam dan warna-warni merupakan atraksi utama bagi penyelam dan snorkeller, dan terumbu karang yang terdegradasi akhirnya akan menurunkan jumlah ikan keseluruhan. Metode penyelesaiannya sama dengan tindakan dibidang perikanan. Sehubungan dengan pariwisata, tindakan-tindakan ini meliputi:
• Mengurangi tekanan dari penangkapan ikan di sekeliling daerah penyelaman dan snorkelling.
• Mendirikan zona dilarang memancing dimana penyelaman dan snorkelling diperbolehkan.
• Mengadakan pemisahan antara zona untuk penyelaman dan snorkelling dengan zona penangkapan ikan guna mengurangi konflik.
• Menghentikan praktik penangkapan ikan yang merusak yang menurunkan populasi ikan dan merusak keunikan pesona bawah air.
2. Melibatkan wisatawan dalam permasalahan pemutihan. Banyak penyelam dan snorkeller ingin terlibat dalam kegiatan pelestarian terumbu karang dan akan menyambut baik kesempatan untuk berpartisipasi pada prakarsa-prakarsa yang berhubungan dengan pemulihan terumbu karang.
3. Diversifikasi industri pariwisata. Dalam rangka memonitor perubahan pada kunjungan wisata ke terumbu karang, survei berkala wajib dilakukan. Monitoring perubahan pasar pariwisata akan mengindikasikan apakah pemasaran kegiatan pariwisata alternatif diperlukan untuk mempertahankan industri.
4. Mengurangi dampak kegiatan pariwisata secara umum. Pada terumbu karang yang telah terdegradasi dan memutih, pengelolaan kegiatan pariwisata sekelilingnya amat diperlukan. Dampak-dampak berikut ini, antara lainnya, harus dikurangi atau dihilangkan;
• Kontak langsung dari penyelaman atau snorkeling (karena berjalan atau mengetuk-ketuk terumbu); menyediakan informasi bagi para penyelam dan mendidik mereka tentang bahaya potensial.
• Situs menyelam atau terumbu karang yang digunakan terlalu sering; merelokasi situs penyelaman atau membatasi jumlah penyelam di tempat menyelam yang terkenal.
• Kerusakan fisik dari kapal yang menjangkar (pelayaran penyelaman, nelayan, pesiar, dan lain-lain) dapat dikelola dengan menunjuk zona penjangkaran, menyediakan pilihan, seperti mooring, dan memberlakukan peraturan-peraturan lain sehubungan dengan penjangkaran ramah lingkungan.
• Kontaminasi dari pembuangan limbah dekat pantai (contohnya limbah dari resort); mungkin lebih tepat bila resort pantai memproses air buangan atau mendaur ulang untuk pemeliharaan taman mereka sehingga nutrisi-nutrisi buangan dapat dipergunakan oleh tanaman.
• Sedimentasi dan polusi konstruksi bangunan (contohnya dermaga kecil dan dermaga besar, pelabuhan dan marina); tersedia bimbingan untuk rupa-rupa kegiatan konstruksi dan pelaksanaannya, dan berbagai metode telah dikembangkan untuk mengurangi dampak tersebut.
5. Mendorong wisatawan untuk menyumbang dana untuk usaha pemulihan dan pengelolaan. Mengelola terumbu karang, yang sehat maupun yang tengah pulih dari kerusakan, membutuhkan sumber pendanaan yang memadai dimana merupakan sesuatu kekurangan dari negara-negara yang terpengaruh paling kritis. Indusri pariwisata yang menggantungkan diri atau memanfaatkan terumbu karang secara ekstensif yang terdapat di banyak daerah, harus menyumbang bagi pengelolaan perlindungan terumbu karang.
6. Menyebarluaskan informasi kepada umum melalui pendidikan dan propaganda lainnya. Industri pariwisata dapat memegang peranan penting dalam pendidikan dan kegiatan-propaganda lainnya.

D. Pengelolaan Pesisir Terpadu
Terumbu karang, khususnya terumbu karang tepi, seringkali ditemui dekat pesisir dan terletak mungkin hanya beberapa meter dari garis pantai. Pertumbuhan populasi yang cepat dan naiknya permintaan untuk industri, pariwisata, perumahan, pelabuhan dan tanjung menghasilkan perkembangan pesisir yang ekstensif. Oleh karena itu, tindakan-tindakan berikut perlu ditekankan:
1. Menerapkan sistem Daerah Perlindungan Laut dalam kerangka kerja Integrated Coastal Management (ICM) / Pengelolaan Pesisir Terpadu, yang perlu diperhatikan adalah pengetahuan tentang inter-koneksi (inter-connectedness), kepekaan dan kemampuan pulih terumbu karang yang berbeda.
2. Mengimplementasikan ukuran-ukuran untuk meningkatkan penangkapan ikan yang dikelola berkelanjutan dan keterpaduan dari semua ini dalam garis besar perkembangan ekonomi daerah pesisir.
3. Pengembangan dan implementasi dari alat perencanaan, garis-garis acuan, peraturan dan ukuran-ukuran insentif dan mekanisme-mekanisme lain untuk mempromosikan konstruksi ramah lingkungan dan bentuk lain dari pemanfaatan tanah dan pembangunan pesisir.
4. Peraturan bagi polusi bersumber dari daratan. Polusi alam ini harus ditangani secara internasional, regional, nasional dan lokal serta banyak prakarsa sedang direncanakan. Pengelola terumbu karang dan pembuat keputusan dapat membantu mempromosikan teknologi baru dan mendorong metode-metode temuan baru untuk limbah buangan ramah lingkungan, seperti pemanfaatan lahan basah untuk menyaring keluar limbah kaya nutrisi, dan “kering” atau kompos kotoran.
5. Pengelolaan pengapalan dan pengangkutan lain untuk mengurangi kerusakan pada terumbu karang dan ekosistem yang berasosiasi dengan penjangkaran, pendaratan (grounding), tumpahan minyak dan limbah buangan
6. Perlindungan garis pantai terhadap erosi. Erosi pesisir dapat meningkat jika terumbu karang yang sebelumnya melindungi pantai dari ombak dan badai, dirusak. Erosi beberapa meter dilaporkan terjadi di pantai dibeberapa daerah Seychelles dimana terumbu karang telah terkena pemutihan.
E. Teknik-teknik Restorasi
Karena restorasi karang secara aktif umumnya mahal dan tidak selalu berhasil, pengelola harus menilik situasinya secara cermat sebelum melaksanakan program tersebut dan mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:
1. Apa tujuan proyek restorasi? Apakah terumbu karangyang direstorasi untuk pelestarian keanekaragaman, pariwisata, perikanan, perlindungan terhadap erosi pesisir atau hanya untuk penelitian saja? Tujuan tersebut akan membantu penentuan pemakaian metode.
2. Apa skala dari proyek restorasi tersebut? Apakah daerah yang terdegradasi merupakan lokasi tertentu (yaitu ditempat kapal biasa membuang jangkar atau berlabuh), sebagian atau seluruh komplek terumbu? Jika daerah yang rusak adalah luas (contohnya sehabis pemutihan besar-besaran), perhatian khusus harus diberikan seperti pada arah mana restorasi akan dilakukan dalam hal pola-pola arus (mendorong pembibitan karang ke hilir tetapi menghindari sumber-sumber polusi dari hulu) dan terbukanya kemungkinan pengrusakan akibat gelombang, sumber-sumber polusi dan kekeruhan air.
3. Ketika tujuan dan skala telah ditentukan, evaluasi biaya proyek perlu dilakukan dengan memperhatikan penggunaan dana yang seefektif mungkin.
4. Bagaimana tingkat kesuksesan dari metode yang akan dipakai? Metode manakah yang paling hemat biaya untuk daerah tersebut? Penting!, penggunaan metode tidak boleh menambah kerusakan terumbu.
5. Apa yang akan menjadi kemampuan bertahan jangka panjang dari program ini? Untuk menjamin kesuksesan, kesinambungan proyek harus cukup lama sehingga kemajuan restorasi dapat dimonitor.
6. Apakah komunitas setempat dan pengguna terumbu karang dapat dilibatkan? Partisipasi aktif dari mereka yang mata pencahariannya terkait dengan terumbu karang akan meningkatkan peluang keberhasilan.
F. Monitoring dan Penelitian
Program monitoring yang dirancang dengan baik adalah perangkat sangat penting untuk mengikuti perubahan-perubahan pada terumbu karang yang memutih dan untuk mengawasi kondisi umum dari terumbu yang tidak terkena dampak pemutihan. Monitoring harus dimulai secara sederhana, adaptif dan fleksibel, dan dirancang sesuai dengan tujuan pengelolaan.
Masih banyak yang harus kita pelajari tentang fenomen pemutihan karang dan dampak potensialnya bagi terumb karang dan orang-orang yang bergantung kepadanya. Pengelola terumbu dan pembuat keputusan dapat mendorong ilmuwan, laboratorium-laboratorium laut, LSM dan institusi pemerintahan agar melaksanakan studi-studi untuk menjembatani jurang pemisah antara pengetahuan kita dan degredasi terumbu karang.

2.1.2. Jenis Jenis Terumbu Karang Di Indonesia
2.1.2.1. Tipe- Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Jenisnya
Ada dua jenis terumbu karang yaitu
1.     Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.
2.     Terumbu karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips) tidak membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu karang yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa disebut sebagai fringing reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi agak lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna) yang biasa disebut sebagai barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai cincin di sekitar pulau vulkanik yang disebut coral atoll
2.1.2.2.Tipe- Tipe Terumbu Karang Berdasarkan Bentuknya
Terumbu karang umunya dikelompokkan ke dalam empat bentuk, yaitu :
1.     Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
1.     Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
2.     Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulaupulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
3.     Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu.

2.1.2.3.Beberapa Spesies Terumbu Karang di Indonesia dan Klasifikasinya
1.     Acropora cervicornis
Kingdom               : Animalia
Phylum                 : Cnidaria
Class                     : Anthozoa
Ordo                      : Scleractinia
Family                  : Acroporidae
Genus                    : Acropora
Spesies                   : Acropora cervicornis

2.     Acropora acuminata
Kingdom                : Animalia
Phylum                  : Cnidaria
Class                                  : Anthozoa
Ordo                       : Scleractinia
Family                   : Acroporidae
Genus                     : Acropora
Spesies                   : Acropora acuminata
3.     Acropora micropthalma
Kingdom                : Animalia
Phylum                  : Cnidaria
Class                      : Anthozoa
Ordo                       : Scleractinia
Family                   : Acroporidae
Genus                     : Acropora
Spesies                  : Acropora micropthalma
4.     Acropora millepora
Kingdom                : Animalia
Phylum                 : Cnidaria
Class                     : Anthozoa
Ordo                       : Scleractinia
Family                  : Acroporidae
Genus                     : Acropora
Spesies                   : Acropora millepora
5.     Acropora palmate
Kingdom                : Animalia
Phylum                  : Cnidaria
Class                      : Anthozoa
Ordo                       : Scleractinia
Family                   : Acroporidae
Genus                     : Acropora
Spesies                   : Acropora palmate

2.1.3.     Fungsi Terumbu Karang Di Indonesia
Di samping peranannya yang penting, ekosistem terumbu karang  Indonesia dipercaya sedang mengalami tekanan berat dari kegiatan penangkapan ikan dengan mempergunakan racun dan bahan peledak. Struktur yang begitu kokoh dari terumbu berfungsi sebagai pelindung  sempadan pantai, dan ekosistem pesisir lain (padang lamun dan hutan mangrove) dari terjangan arus kuat dan gelombang besar. Struktur terumbu yang mulai terbentuk sejak ratusan juta tahun yang lalu juga merupakan rekaman alami dari variasi iklim dan lingkungan di masa silam, sehingga penting bagi penelitian paleoekologi (Anonim, 2009).
Menurut , (Wibisono, 2005) adapunfungsiterumbukarangantara lain sebagaiberikut:
1.     Sebagaitempatberteduh (Sheltor) dantempatmencarimakanbagisebagianbiotaLaut.
2.     Sebagaipenahanerosipantaikarenadeburanombak
3.     sebagaicadangansumberdayaalam (Natural Stock) untukberbagaijenis biota  yang  bernilaiekonomipenting.
4.     Untukdaerahpemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery), danpembesaran (rearing) beberapajenisikanUntukbahanmakanan, yaituberupaikan, udang-udangan (lobster), octpus, Kerang-kerangan (oyster), rumputlaut, dansebagainya     
Menurut  (Anonimymous, 2008)  terddapat fungsi terumbu karang lainnya sebagai berikut:
1.     Pelindung ekosistem pantai        
2.     Objek wisata        
3.     Daerah Penelitian
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar pengelolaan yang lebih baik.
4.     Mempunyai nilai spiritual          
Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting, Laut yang terjaga karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan spiritual in.
2.2. Pengaruh Kerusakan Terumbu Karang Terhadap Ekosistem Di Perairan
Indonesia
2.2.1. Kondisi Terumbu Karang Di Indonesia
Namun sayangnya laporan Reef at Risk (2002) menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan status terumbu karang yang paling terancam. Selama 50 tahun terakhir, proporsi penurunan kondisi terumbu karang Indonesia telah meningkat dari 10% menjadi 50%. Lebih lanjut, hasil survey P2O LIPI (2006) menyebutkan bahwa hanya 5,23% terumbu karang di Indonesia yang berada di dalam kondisi yang sangat baik.Ancaman utama yang tercatat adalah: pembangunan daerah pesisir, polusi laut, sedimentasi dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan ikan berlebih), destruktif fishing (penangkapan ikan dengan cara merusak), dan pemutihan karang ( coral bleaching ).
2.2.2. Penyebab Kerusakan Terumbu Karang Di Indonesia
Beberapa faktor rusaknya terumbu karang di Indonesia disebabkan karena aktivitas manusia, di antaranya adalah membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut, penggunaan pupuk dan pestisida buatan pada lahan pertanian turut merusak terumbu karang di lautan, boros menggunakan air (semakin banyak air yang digunakan semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan akhirnya mengalir ke laut), membuang jangkar pada pesisir pantai, penambangan pasir atau bebatuan di laut dan pembangunan pemukiman di pesisir, limbah dan polusi dari aktivitas masyarakat di pesisir secara tidak langsung berimbas pada kehidupan terumbu karang, pengambilan karang untuk bahan bangunan dan hiasan akuarium, menangkap ikan di laut dengan menggunakan bom dan racun sianida, dan selain karena kegiatan manusia, kerusakan terumbu karang juga berasal dari sesama mahkluk hidup di laut seperti siput drupella salah satu predator karang (Juliana, 2011).
Selain kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan antropogenik, juga ada yang disebabkan oleh pengaruh alamlainnya, misalnya akibat dari perubahan cuaca global El Nino pada tahun 1987-1988 sehingga terjadi peningkatan suhu air laut rata-rata yang berakibat kematian karang melalui tahap pemutihan (bleaching). Laporan dari BPPT diatas juga menyebutkan bahwa di Kep. Seribu 90-95% terumbu karang yang berada pada kedalaman 25 meter mengalami kematian (Wibisono, 2005).
Sumber kedua terbesar yang menyebabkan kematian terumbu, pada tahun-tahun terakhir adalah ledakan populasi bintang laut Acanthaster planci. Sejak1957, ketika mula-mula ditemukannya ledakan populasi, A. Planci menyebabkan  bencana kematian terumbu pada banyak tempat di Pasifik Barat. Kemampuan bintang laut dalam merusak daerah yang sangat luas di terumbu sangat dahsyat. Di Guam, Chester (1969) memperkirakan bahwa 90 persen terumbu karang sepanjang 38 km pada garis pantai telah dirusak dalam waktu dua setengah tahun, dan di Great Barrier Reef, Endean (1973) mencatat bagian terbesar dari karang dalam suatu terumbu seluas 8 km2 telah rusak dalam 12 bulan (Nybakken, 1988) ).
2.2.3. Pengaruh Kerusakan Terumbu Karang Terhadap Ekosistem Di
Perairan Indonesia
Rusaknya terumbu karang mengakibatkan sumber rantai makanan juga hilang. Akibatnya, selain nelayan kian sulit menangkap ikan, udang atau biota laut lainnya, pertumbuhan dari biota tersebut juga lambat. Kondisi ini diperarah dengan perburuan ikan yang semakin intensif seiring dengan meningkatnya konsumsi manusia. Itulah sebabnya selain stok perikanan tangkap dunia termasuk Indonesia terus merosot juga ukurannya kian mengecil dari waktu ke waktu. Upaya yang dilakukan untuk melestarikan terumbu karang Cara-cara penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun harus segera dihentikan karena hanya dalam sekejap akan meluluhlantahkan ekosistem terumbu karang. Untuk mengembalikannya lagi ke tingkat semula merupakan satu hal yang cukup sulit. Menurut penelitian dibutuhkan waktu setahun untuk menumbuhkan terumbu karang sepanjang 1 cm
2.2. . Memperbaiki Dan Memulihkan Terumbu Karang Yang sudah Rusak
Konservasi sumberdaya hayati laut merupakan salah satu implementasi pengelolaan ekosistem sumberdaya laut dari keruskan akibat aktivitas manusia. Kawasan konservasi laut mempu nyai peranan penting dalam program konservasi sumberdaya alam hayati wilayah laut. Walaupun kawasan ini cenderung lebih baru ditetapkan dibandingkan dengan kawasan konservasi di daerah daratan, namun dibutuhkan keahlian tertentu untuk mengidentifikasi, mendirikan dan mengelolanya.  Pemanfaatan sumberdaya alam di lingkungan konservasi laut biasanya diatur melalui zona-zona yang telah di tetapkan kegiatan-kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan, misalnya pelarangan kegiatan seperti penambangan minyak dan gas bumi, penangkapan ikan dan biota laut lain dengan alat yang merusak lingkungan, serta perusakan lingkungannya untuk menjamin perlindungan yang lebih baik (Supriharyono, 2007).
Berdasarkan (Sjamsoeddin, 1997) kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam upaya tetap melestarikan terumbu karang sebagai kekayaan nasional antara lain:
1.      Mengupayakan peraturan perundang-undangan bagi perlindungan terumbu karang, sehingga tidak terjadi kekosongan hukum dalam rangka penegakkan hukum bagi pelestarian dan perlindungan terumbu karang.
2.      Mengupayakan usaha-usaha peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat bagi pelestarian terumbu karang.
3.      Mengupayakan pelatihan, penelitian, dan pendidikan bagi upaya-upaya konservasi terumbu karang.
4.      Mengupayakan pengelolaan kawasan konservasi ekosistem terumbu karang agar dapat diupayakan pemanfaatannya secara optimal, dan berdaya guna bagi masyarakat.
Para pemerhati lingkungan juga melontarkan berbagai gagasan, ide dan saran kepada pengambil  kebijakan untuk menjaga kondisi terumbu karang agar dapat berfungsi dengan baik. Salah satunya ajakan untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan Friends of the Reef (FoR) di beberapa lokasi di Asia Pasifik. Misi utama FoR adalah mengasilkan stategi untuk meningkatkan daya tahan dan daya lenting terumbu karang agar mampu menghadapi ancaman pemanasan global. Baru-baru ini, Presiden Republik Indonesia mengadakan pertemuan di Sydney dan telah mengumumkan sekaligus mengajak negara-negara di dunia, khususnya di kawasan Asia Pasifik untuk menjaga dan melindungi kawasan segitiga karang dunia yang dikenal dengan nama Coral Triangle. Indonesia bersama lima negara lainnya yaitu Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea dan Kepulauan Salomon mengumumkan sebuah inisiatif perlindungan terumbu karang yang disebut Coral Triangle Initiative (CTI). Inisiatif ini mendapat kesan positif dari negara- negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia. Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati laut, terutama terumbu karang melalui CTI sangat erat kaitannya dengan ketahanan pangan upaya mengurangi kemiskinan. Menjaga kelestarian terumbu karang bukan hanya menjadi tanggung jawab nelayan saja melainkan seluruh umat manusia di bumi ini. Dengan menanamkan pendidikan kepada masyarakat luas (terutama yang tinggal di sepanjang garis pantai) mengenai fenomena ini melalui beberapa media seperti leaflet, booklet dan berbagai media komunikasi cetak lainnya perlu disebarkan ke masyarakat, termasuk melalui media eletronik, radio dan televisi. Kemudian adanya penegakan hukum dan partisipasi pesisir dalam menjaga keutuhan wilayah pesisir yang salah satunya dengan mengawasi dan menjaga aktivitas penambangan liar di daerah pesisir yang harus segera dihentikan (DKP Kab. Oki, 2011).

Konservasi, Rehabilitasi dan Studi Kasus Terumbu Karang

Sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan, sehingga secara alamiah bangsa Indonesia merupakan bangsa bahari. Hal ini ditambah lagi dengan letak wilayah Indonesia yang strategis diwilayah tropis. Hamparan laut yang luas merupakan suatu potensi bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan sumberdaya laut yang memiliki keragaman, baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya lainnya. Sebagai suatu bangsa bahari yang memiliki wilayah laut yang luas dan dengan ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar didalamnya, maka derajat keberhasilan bangsa Indonesia juga ditentukan dalam memanfaatkan dan mengelola wilayah laut yang luas tersebut.
Salah satu dari potensi tersebut atau sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau ekologinya adalah sumberdaya terumbu karang, apabila sumberdaya terumbu karang ini dikaitakn dengan pengembangan wisata bahari mempunyai andil yang sangat besar. Karena keberadaan terumbu karang tersebut sangat penting dalam pengembangan berbagai sektor termasuk sektor pariwisata.
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, morfologi dan Fisiologi.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui (Wikipedia, 2011).
            Terumbu karang di dunia diperkirakan mencapai 284,300 km2. Terumbu karang dan ekosistem lain yang terkait, seperti padang lamun, rumput laut dan mangove adalah ekosistem laut terkaya di dunia. Wilayah Indonesia mempunyai sekitar 18% terumbu karang dunia, dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (lebih dari 18% terumbu karang dunia, serta lebih dari 2500 jenis ikan, 590 jenis karang batu, 2500 jenis Moluska, dan 1500 jenis udang-udangan) (Goblue, 2011).
Terumbu karang di Indonesia memberikan keuntungan pendapatan sebesar US$1,6 milyar/tahun. Nilai keseluruhan pelayanan dan sumber dayanya sendiri diperkirakan mencapai setidaknya US$ 61,9 milyar/tahun. Terdapat ribuan spesies yang hidup di kawasan terumbu karang. Namun hanya sebagian yang menghasilkan kalsium karbonat pembentuk terumbu. Organisme pembentuk terumbu yang terpenting adalah hewan karang (Goblue, 2011).
Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem khas pesisir tropis yang memiliki berbagai fungsi penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Fungsi ekologis tersebut adalah penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemilahan biota perairan, tempat bermain, dan asuhan bagi berbagai biota. Di samping fungsi ekologis, terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara (Maul, 2010).
Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Jangankan dirusak, diambil sebuah saja, maka rusaklah keutuhannya. Ini dikarenakan kehidupan di terumbu karang di dasari oleh hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk. Rantai makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu proses terciptanya pun tidak mudah. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam (Prambudi, 2010).
Sebagai ekosistem terumbu karang sangat kompleks dan produkstif dan keanekaraman jenis biota yang amat tinggi. Variasi bentuk pertumbuhannya di Indonesia sangat kompleks dan luas sehingga bisa ditumbuhi oleh jenis biota lain (Prambudi, 2010).
Terumbu karang merupakan pusat keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia yang memiliki struktur alami serta mempunyai nilai estetika yang tiada taranya. Selain sebagai lingkungan yang alami, terumbu karang juga mempunyai banyak manfaat bagi manusia dalam berbagai aspek ekonomi, sosial dan budaya (Kumaat, 2007).
            Sayang, ternyata banyak terumbu karang yang rusak. Menurut data dari Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang di Indonesia atau Coral Reef Rehabilitation Management Program Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (COREMAP LIPI), hanya 6,83 persen dari 85.707 km2 terumbu karang yang ada di Indonesia berpredikat sangat baik (excellent). Terumbu karang yang sangat baik itu tersebar di 556 lokasi.
Kerusakan terumbu karang yang semakin parah dan sulit dihindari itu antara lain karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang makna dan fungsi terumbu karang. Selain itu karena kemiskinan masyarakat sekitar pantai sehingga mereka menjual terumbu karang. Penyebab lain adalah ketamakan dari sebagian orang dalam eksploitasi terumbu karang dengan tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Juga, kebijakan dan strategi pengelolaan yang tidak jelas serta kelemahan kerangka perundang-undangan dan penegakan hukum bagi perusak terumbu karang.

·                      KONSERVASI TERUMBU KARANG
Negeri Indonesia adalah jambrud khatulistiwa dengan berjuta pesona dengan keaneka ragaman dan budaya,dan hayati ini merupakan limpahan Ramat dari Tuhan kepada masyarakat indonesia,oleh karena itu sebagai warga negara indonesia harus menjaga, melestarikan dan mengolah kekayaan alam indonesia untuk digunakan sebaik-baiknya bagi kita dan anak cucu kita indonesia. Kita berdosa apabila kekayaan alam ini tidak diolah untuk digunakan sebaik-baiknya dan melestarikannya agar anak cucu kita bisa merasakan nikmat Kekayaan alam indonesia dari Tuhan.
Salah satu kekayaan tersebut yakni terumbu karang. Sebagai ekosistem yang khas dan terletak di daerah tropis, ekosistem terumbu karang memiliki produktivitas yang cukup tinggi sehingga keanekaragaman biota yang ada di dalamnya cukup besar.
Kerusakan terumbu karang akan mengurangi kemampuan karang untuk berperan dalam memberikan perlindungan terhadap pantai dari ancaman ombak besar. Sebagai sumber ekonomi, ekositem tersebut menghasilkan berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, tripang, kerang mutiara, dan memberikan tempat perlindungan dan tempat berkembang biak bagi berbagai ekosistem karang. Terumbu karang memiliki peran utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), dan tempat pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis biota laut yang hidup di terumbu karang. Dengan demikian ekositem ini secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat mata pencaharian masyarakat nelayan.
Pengrusakan terumbu karang tersebut khususnya yang disebabkan oleh aktivitas manusia, merupakan tindakan inkonstitusional alias melanggar hukum. Dalam UU 1945 pasal 33 ayat 3 dinayatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia 1980 adalah menetapkan terumbu karang sebagai sistem ekologi dan penyangga kehidupan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan. Karena itu, terumbu karang di sebagai salah satu sumberdaya alam yang ada di Indonesia, pengelolaannya harus di dasarkan pada peraturan - peraturan,di antaranya :
1.                  UU RI No. 4/1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.
2.                  UU RI No. 9/1985. Tentang perikanan.
3.                  UU RI No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem.
4.                  UU RI No. 9/1990 Tentang Kepariwisataan.
5.                  Peraturan pemerintah No. 29/1986 tentang analisa dampak lingkungan.
6.                  Keputusan menteri kehutanan No. 687/Kpts.II/1989 tanggal 15 Nopember 1989 tentang pengusaha hutan wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Hutan Laut.
7.                  Surat edaran Menteri PPLH No. 408/MNPPLH/4/1979, tentang larangan pengambilan batu karang yang dapat merusak lingkungan ekosistem laut, situjukan kepada Gubenur Kapala Daerah, Tingkat I di seluruh Indonesia.
8.                  Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan No. IK.220/D4.T44/91, tentang penangkapan ikan dengan bahan/alat terlarang - ditujukan kepada Kepala Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir tekanan terhadap terumbu karang semakin bervariasi dan juga semakin meningkat secara kuantitas maupun kualitas. Kejadian gempa bumi yang melanda lautan Indonesia pada 2004 juga mengakibatkan kerusakan pada terumbu namun tidak dapat dibandingkan dengan kerusakan yang disebabkan oleh manusia. Dampak langsung dari perubahan iklim juga semakin banyak terjadi pada banyak terumbu karang. Dari analisis diperkirakan pada 2015, sekitar 50% populasi dunia hidup di sepanjang pesisir, sebuah bahaya yang sangat besar terhadap masa depan terumbu karang. Peningkatan kebutuhan pangan, komersialisasi aktifitas perikanan, dan krisis ekonomi global akan berujung pada penangkapan berlebih dan penurunan stok perikanan terutama di negara-negara miskin.
Untuk mengatasi tantangan ini, kita semua perlu bekerja bersama. Dan terlibat dalam konservasi bisa dimulai dari hal yang sangat mudah, dan tidak njelimet. Mulai dari hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan sendiri, bergabung dengan gerakan-gerakan sukarela, atau dengan terlibat langsung di kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan konservasi.
Tips sederhana untuk bisa membantu mengkonservasi terumbu karang dengan sederhana :
·                     Terapkan prinsip 3 R (reduce-reuse-recycle) dan hemat energi. Terumbu karang adalah ekosistem yang sangat peka terhadap perubahan iklim. Kenaikan suhu sedikit saja dapat memicu pemutihan karang (coral bleaching). Mass coral bleaching dapat diikuti oleh kematian massal terumbu karang, seperti yang terjadi di hampir seluruh kawasan tropis 97-98, di Australia, 2002, dan di Karibia, 2006. Kejadian coral bleaching terbaru tahun 2010 melanda banyak sekali lokasi di Indonesia (laporan kejadian coral bleaching 2010) Jadi apapun yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak global warming, akan sangat membantu terumbu karang. 
·                     Buang sampah pada tempatnya. Hewan laut sering terkait pada sampah-sampah sehingga mengganggu gerakannya. Sampah plastik yang transparan banyak dibuktikan termakan oleh penyu karena tampak seperti ubur-ubur. Sampah plastik ini akan mengganggu pencernaanya. Dibanyak lokasi terumbu juga dijumpai karang dan biota laut lainnya yang bersifat bentik, sessile (tidak dapat berpindah) yang mati akibat tertutup lembaran-lembaran plastik. Ingat,plastik tidak hancur dalam satu malam saja!
·                     Apabila Anda berlibur, pilih dan pastikan operator/agen/tour Anda menerapkan prinsip ramah lingkungan. 
·                      Bergabung dengan jejaring informasi , milist-milist lingkungan, berbagi ilmu, informasi, pendapat, dan saling berdiskusi, ajak orang lain untuk terlibat, membangun trend dan gerakan, GAYA HIDUP yang ramah lingkungan.
·                     Bergabung dengan gerakan-gerakan sukarelawan, atau terlibat aktif dalam kegiatan pelestarian lingkungan. Ada berbagai kegiatan yang bisa rekan-rekan ikuti, seperti jaringan sukarelawan survei terumbu karang (JKRI), trip-trip penelitian, reboisasi, magang di lembaga pelestarian lingkungan dan lain-lainnya (volunteer Reef Check)
 
·                     REHABILITASI
Laporan Reef at Risk  (2002) menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan status terumbu karang yang paling terancam. Selama 50 tahun terakhir, proporsi penurunan kondisi terumbu karang Indonesia telah meningkat dari 10% menjadi 50%. Lebih lanjut, hasil survey P2O LIPI (2006) menyebutkan bahwa hanya 5,23% terumbu karang di Indonesia yang berada di dalam kondisi yang sangat baik.
Laporan status terumbu karang dunia yang dikeluarkan Global Coral Reef Monitoring Network (GCRMN) menyebutkan bahwa dalam selama 2004 hingga 2008 luasan area terumbu karang semakin menurun. Dalam periode 2004 hingga 2008, 19% luasan terumbu karang dunia telah hilang, 15% terancam hilang 10-20 tahun kedepan dan 20% luasan terancam hilang 20-40 tahun mendatang. Di Indonesia sendiri 34% berada dalam kondisi sangat buruk 42% agak baik sedang hanya 21% dalam kondisi sehat dan 3 % sangat sehat.
Faktor utama yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang di Indonesia karena kurangnya kepedulian masyarakat untuk menjaga dan melestarikan ekosistem ini. DPL-BM (Daerah Perlindungan Laut (Marine Protect Area) Berbasis Masyarakat) merupakan program dengan kegiatan utama memberikan wawasan kepada masyarakat dan menanamkan kepedulian untuk bersama-sama menjaga ekosistem pesisir yang ada disekitarnya yang dijadikan DPL-BM. Dengan program DPL-BM, masyarakat akan dirangsang untuk mengembangkan kearifan lokal, peningkatan rasa memiliki terhadap ekosistem terumbu karang sehingga akan berkembangnya metode penangkapan yang ramah lingkungan dan lestari. Selain itu, akan berkembang pula mata pencaharian alternatif selain penangkapan seiring berkembangnya wawasan masyarakat pesisir .
Tanpa kesadaran masyarakat tentang dampak yang timbul bila terumbu karang itu rusak, sangat sulit untuk mengajak masyarakat untuk ikut serta di dalam mengelola terumbu karang di daerahnya. Maka perlu pelebaran dan menyebarkan akses informasi kepada khalayak (stakeholder) yang berkepentingan terhadap pemanfaatan sumber daya laut dan terumbu karang secara berkelanjutan.
Dalam rangka melestarikan ekosistem terumbu karang, disarankan beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu:
1.                  Menetapkan sedikitnya 30% dari luas wilayah pesisir untuk dijadikan hutan lindung,
2.                  Melakukan rehabilitasi lahan sekurang-kurangnya 20% dari luas lahan terbuka yang ada,
3.                  Mengharuskan berbagai kegiatan usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan untuk melakukan rehabilitasi lahan sebagai syarat perijinan dan pemyataan tersebut disertakan dalam kontrak kerja,
4.                  Memberikan penyuluhan tentang manfaat terumbu karang kepada masyarakat
5.                  Memberikan penyuluhan tentang pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan dalam pendidikan di lingkungan sekolah,
6.                  Penegakan hukum bagi pelaku perusakan terumbu karang hendaknya tidak sekedar dituangkan dalam bentuk peraturan perundangan saja, tetapi juga tegas dalam pelaksanaan di lapangan sesuai undang-undang yang berlaku.
Beberapa penyebab terjadinya kerusakan terumbu karang diantaranya disebabkan oleh ulah manusia, yakni penangkapan ikan dengan cara yang merusak seperti penggunaan dinamit sebagai alat pengebom, penggunaan sianida sebagai racun dan jaring penangkap ikan yang sifatnya merusak. Pemanasan global menyebabkan coral bleaching (pemutihan karang). Pengambilan terumbu karang yang digunakan untuk bangunan rumah, hiasan atau pajangan dan masih banyak pengalihan fungsi terumbu karang yang hanya untuk peningkatan ekonomi pribadi dan sifatnya tidak konservatif. Dalam memulihkan kondisi terumbu karang secara normal dibutuhkan waktu yang sangat lama. Namun saat ini telah dikenal banyak metode, salah satunya adalah metode transplantasi karang
 Transplantasi karang merupakan salah satu upaya rehabilitasi terumbu karang melalui pencangkokan atau pemotongan karang hidup yang selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan atau menciptakan habitat yang baru pada lahan yang kosong.
Manfaat dari transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak sehingga dapat mendukung ketersediaan jumlah populasi ikan karang di alam, menciptakan komunitas baru, konservasi plasma nutfah, pengembangan populasi karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan keperluan perdagangan.
Secara sederhana teknik transplantasi mencakup tahapan berikut.:
1.                  Pengambilan bibit koloni karang, Pengambilan bibit koloni karang sebaiknya dilakukan di daerah lain yang memiliki kedalaman yang sama dengan lokasi transplantasi.
2.                  Pengikatan bibit koloni karang ke substrat. Substrat pengikatan karang dapat berupa gerabah atau semen.
3.                  Penenggelaman transplantasi karang dan rangka (bila ada).
4.                  Perawatan, dilakukan untuk memantau tingkat stres dan kelangsungan hidup karang transplantasi.
Saat ini, teknik transplantasi karang juga telah dikembangkan lebih jauh untuk mendukung pemanfaatan yang berkelanjutan. Selain untuk pemanfaatan terumbu karang secara lestari (perdagangan karang hias), juga guna mengembangkan wisata bahari misalnya membuat lokasi penyelaman (dive spot) menjadi lebih indah dan menarik sehingga dapat mendorong kenaikan jumlah wisatawan ataupun untuk menunjang kegiatan kegiatan penelitian.
Perbedaan dari setiap kegiatan transplantasi terutama terletak pada jenis bibit yang dipakai. Jenis bibit yang dipakai untuk transplantasi perdagangan karang hias dipilih dari jenis-jenis karang yang masuk dalam daftar perdagangan karang hias. Untuk wisata bahari, jenis bibit yang dipakai berasal dari jenis-jenis yang memiliki penampilan warna dan bentuk yang indah serta aman disentuh (tidak menimbulkan gatal atau luka).
Untuk pemulihan kembali lokasi terumbu karang yang telah rusak/rehabilitasi karang, jenis bibit yang dipakai dipilih dari jenis-jenis yang terancam punah di lokasi tersebut, pernah hidup di lokasi tersebut, dan tersedia sumber bibit yang memadai. Kegiatan transplantasi karang yang ditujukan untuk menunjang kegiatan kegiatan penelitian, sumber bibitnya disesuaikan dengan jenis-jenis karang yang akan diteliti.Inilah salah satu upaya dalam penyelamatan ekosistem terumbu karang, walapun dalam perjalannya sudah banyak dikembangkan dengan teknik lain dan dengan berbagai tujuan pula. Akan tetapi, berhasil tidaknya program rehabilitasi terumbu karang melalui metode transplantasi juga tidak terlepas dari kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi ekositem ini baik secara biologi, ekonomi, dan fisik.

·                     STUDI KASUS
Sedimentasi adalah masuknya muatan sedimen ke dalam suatu lingkungan perairan tertentu melalui media air dan diendapkan di dalam lingkungan tersebut. Sedimentasi yang terjadi di lingkungan pantai menjadi persoalan  bila terjadi di lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas manusia yang membutuhkan kondisi perairan yang dalam seperti pelabuhan, dan alur-alur pelayaran, atau yang membutuhkan kondisi perairan yang jernih seperti tempat wisata, ekosistem terumbu karang atau padang lamun. Untuk daerah-daerah yang tidak terdapat kepentingan seperti itu, sedimentasi memberikan keuntungan, karena sedimentasi menghasilkan pertambahan lahan pesisir ke arah laut .
Permasalahan saat ini dilihat dari tutupan karang hidup yang rendah serta banyaknya ditemukan karang mati. Banyaknya karang mati yang ditemukan diduga disebabkan oleh berbagai kegiatan pembangunan yang berlangsung.
Banyak sekali manfaat dari terumbu karang; Tempat tinggal, berkembang biak dan mencari makan ribuan jenis ikan, hewan dan tumbuhan yang menjadi tumpuan kita. Dari segi fisik terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistem pantai lain seperti padang lamun dan mangrove. Keindahan terumbu karang sangat potensial untk wisata bahari. Masyarakat disekitar terumbu karang dapat memanfaatkan hal ini dengan mendirikan pusat-pusat penyelaman, restoran, penginapan sehingga pendapatan mereka bertambah.
Namun pengaruh kegiatan pembangunan pada ekosistem terumbu karang cukup besar, meliputi perusakan karang secara langsung melalui ledakan bom maupun penambangan karang, pencemaran dari berbagai kegiatan di sepanjang pesisir, dan sedimentasi yang dapat meningkatkan kekeruhan perairan dan menghambat pertumbuhan karang, bahkan mematikan terumbu karang. Berdasarkan pengamatan dalam kurun waktu tahun 2000-2006, kegiatan pembangunan yang pengaruhnya paling besar pada ekosistem terumbu karang adalah kegiatan pembukaan lahan. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa peningkatan pembukaan lahan menyebabkan penurunan persentase tutupan karang hidup.
Penyebab kerusakan terumbu karang di wilayah pesisir yaitu (Maul, 2010):
1.                  Kemiskinan masyarakat dan kesulitan adaptasi pada matapencaharian altematif.
2.                  Keserakahan dari pemilik modal.
3.                  Lemahnya penegakan hukum (law enforcement).
4.                  Kebijakan pemerintah yang belum memberikan perhuran pada pengelolaan kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan lautan, khususnya terumbu karang.
5.                  Sedimentasi di  dasar perairan

Intinya, ancaman utama yang tercatat adalah: pembangunan daerah pesisir, polusi laut, sedimentasi dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan sumberdaya berlebih), destruktif fishing (penangkapan ikan dengan cara merusak), dan pemutihan karang ( coral bleaching ) akibat pemanasan global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar