Riau sebagai salah
satu Provinsi yang memiliki daerah perairan terluas di Indonesia. Wilayah
Kepulauan Riau memiliki ciri khas tersendiri yaitu terdiri dari ribuan pulau
besar dan kecil yang tersebar di Laut Cina Selatan dan pertemuan antara laut
Cina Selatan, Selat Malaka dan Selat Karimata. Fisiografi kepulauan
mempengaruhi ekosistem-ekosistem yang terbentuk di kawasan Kepulauan Riau yang
didominasi oleh ekosistem laut dangkal.
Ekosistem
alami yang terdapat di wilayah pesisir Kepulauan Riau berturut-turut dari darat
adalah perairan laut dangkal, terumbu karang, padang lamun, rumput laut,
mangrove dan pantai. Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem subur
yang terdapat di Kepulauan Riau.
Dalam pengelolaannya,
justru terdapat isu-isu permasalahan di wilayah pesisir Riau Kepulauan antara lain
:
·
Kerusakan
terumbu karang
·
Abrasi/erosi
terjadi dipantai yang terbuka terhadap rambatan gelombang yang dibangkitkan
oleh angin. Abrasi yang intensif terjadi di pantai timur pulau Natuna saat
bertiup angin muson utara – timur laut. Abrasi yang intensif juga terjadi di
pantai timur pulau-pulau kabupaten karimun, akibat adanya penambangan pasir
laut di dasar perairan tersebut. Abrasi terjadi akibat penggalian yang
intensifnya hantaman gelombang karena berkurangnya peredaman energi dan
gelombang.
·
Penurunan
kualitas air di sekitar perairan Karimun kerena peningkatan kekeruhan akibat
penambangan pasir.
·
Peningkatan
aktivitas kepelabuhan dan industri seperti pelayaran, konstruksi galangan kapal
yang merupakan potensi pencemaran terutama di sekitar pantai baguan barat dan
utara pulau Batam dari segulung, sekupang dan batu ampar.
·
Overfishing
·
Kerusakan
habitat
·
Penggunaan
alat tangkap yang dilarang oleh pemerintah seperti : penggunaan bahan peledak,
racun (Potassium sianida), Trawl,/ pukat harimau yang secara ekologi merusak
kelestarian sumberdaya alam terutam terumbu karang.
·
Dampak
penambangan yang bersifat negatif misalnya pencemaran kualitas lingkungan,
erosi, abrasi dan hilangnya pulau-pulau.
Terumbu Karang
merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut utama. Terumbu
karang adalah struktur hidup yang terbesar dan tertua di dunia. Untuk sampai ke
kondisi yang sekarang, terumbu karang membutuhkan waktu berjuta
tahun. Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar
dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Jenis-jenis manfaat yang
terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat
langsung dan manfaat tidak langsung:
1.
Pemanfaatan
secara langsung oleh manusia adalah pemanfaatan sumber daya ikan, batu karang,
pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung
di dalamnya
2.
Pemanfaatan
secara tidak langsung adalah seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan
abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya.
Sejak dahulu penduduk
yang tinggal di dekat pantai berhubungan dengan terumbu karang dalam kondisi
yang harmonis. Namun dalam beberapa waktu terakhir ini, melalui adanya
teknologi baru dan naiknya permintaan terhadap produksi laut menyebabkan
terumbu karang menjadi obyek dari perusakan yang serius. Banyak ilmuwan melihat
bahwa penyebab utama kerusakan terumbu karang adalah manusia (anthropogenic
impact), misalnya melalui kegiatan tangkap lebih (over-exploitation) terhadap
hasil laut, penggunaan teknologi yang merusak (seperti potassium cyanide, bom
ikan, muro ami dan lain-lain), erosi, polusi industri dan mismanajemen dari
kegiatan pertambangan telah merusak terumbu karang baik secara langsung maupun
tidak langsung. Akar permasalahan dari timbulnya ulah manusia untuk merusak
terumbu karang adalah :
1.
Kependudukan
dan Kemiskinan
2.
Tingkat
Konsumsi Berlebihan dan Kesenjangan Sumber daya Alam.
3.
Kelembagaan
dan Penegakan Hukum. Rendahnya Pemahaman tentang Ekosistem.
4.
Kegagalan
sistem Ekonomi dan Kebijakan dalam Penilaian Ekosistem
Kerusakan Terumbu
Karang Akibat Pembangunan di Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir yang
tidak dikelola dengan baik dapat mengancam keselamatan terumbu karang akibat
sedimentasi dan pencemaran perairan laut. Pengerukan, reklamasi, penambangan
pasir, pembuangan limbah padat dan cair, dan konstruksi bangunan, semuanya
dapat mengurangi pertumbuhan karang, bahkan menyebabkan pemutihan karang dalam
kasus-kasus yang berat. Ancaman terhadap terumbu karang akibat pembangunan
wilayah pesisir dianalisis berdasarkan jarak ke pusat pemukiman penduduk, luas
area pusat pemukiman, tingkat pertumbuhan penduduk, dan jarak ke pangkalan
udara, pertambangan, fasilitas pariwisata, dan pusat fasilitas selam.
Kerusakan Terumbu
Karang Akibat Pencemaran Pencemaran Laut
Aktivitas di laut yang
mengancam terumbu karang antara lain pencemaran dari pelabuhan, tumpahan
minyak, pembuangan bangkai kapal, pembuangan sampah dari atas kapal, dan akibat
langsung dari pelemparan jangkar kapal.
Sedimentasi dan
Pencemaran DaratPenebangan hutan, perubahan tata guna lahan, dan praktek
pertanian yang buruk, semuanya menyebabkan peningkatan sedimentasi dan masuknya
unsur hara ke daerah tangkapan air. Sedimen dalam kolom air dapat sangat
mempengaruhi pertumbuhan karang, atau bahkan menyebabkan kematian karang.
Kandungan unsur hara yang tinggi dari aliran sungai dapat merangsang
pertumbuhan alga yang beracun.
Eksploitasi
Penangkapan ikan
secara berlebihan memberikan dampak perubahan padaukuran, tingkat kelimpahan,
dan komposisi jenis ikan. Hal itu disebabkan ikan turut berperan di dalam
mencapai keseimbangan yang harmonis di dalam ekosistem terumbu karang.
Penangkapanbesar-besaran akan menyebabkan terumbukarang menjadi rapuh terhadap
gangguan dari alam maupun gangguan dari kegiatan manusia.Penangkapan ikan dengan
menggunakan racun dan pengeboman ikan merupakan praktek yang umum dilakukan,
yang memberikan dampak sangat negatif bagi terumbu karang. Penangkapan ikan
dengan racun akan melepaskan racun sianida ke daerah terumbu karang, yang
kemudian akan membunuh atau membius ikan-ikan. Karang yang terpapar sianida
berulang kali akan mengalami pemutihan dan kematian. Pengeboman ikan dengan
dinamit atau dengan racikan bom lainnya, akan dapat menghancurkan struktur
terumbu karang, dan membunuh banyak sekali ikan yang ada di sekelilingnya.
Perubahan Iklim
Global
Isu mengenai global
warming yang banyak dibicarakan, berdampak besar pada terumbu karang.
Peningkatan suhu permukaan laut telah menyebabkan pemutihan karang (bleaching)
yang lebih parah dan lebih sering. Peristiwa-peristiwa alam seperti El Nino dan
Tsunami juga menyebabkan kerusakan yang serius terhadap kelangsungan hidup
terumbu karang.
Dampak Dari Kerusakan
Terumbu Karang
Ancaman terhadap
kelangsungan hidup terumbu karang, mengakibatkan kerusakan lingkungan yang besar.
Terumbu karang yang merupakan sentral dari ekosistem laut sangat mempengaruhi
kehidupan di laut. Komposisi oksigen di laut menjadi berkurang. Banyak biota
laut, baik hewan maupun tumbuhan akan ikut musnah jika terumbu karang menjadi
rusak. Selain itu, di daerah-daerah pesisir pantai akan mudah terjadi abrasi,
mengakibatkan perubahan lingkungan yang drastis dan membuat tidak adanya
perlindungan terhadap daerah pantai. Berbagai pencemaran yang terjadi bukan
hanya merusak laut tapi juga mengancam kesehatan manusia.
Ikan yang ditangkap
dengan menggunakan racun kemudian di konsumsi sangat membahayakan manusia.
UPAYA-UPAYA UNTUK
MENYELAMATKAN TERUMBU KARANG
1.
1.
Perlunya Kesadaran Manusia
Dalam upaya
menyelamatkan terumbu karang, yang paling utama adalah perlunya kesadaran dari
manusia untuk menjaga dan melestarikan terumbu karang. Untuk itu, diperlukan
pemberian informasi, pengetahuan, dan wawasan mengenai terumbu karang. Fungsi
dari terumbu karang, manfaatnya, kondisi dari terumbu karang saat ini, dan apa yang
akan terjadi jika kerusakan terumbu karang ini terus berlanjut. Dengan adanya
pendidikan mengenai terumbu karang, maka akan ada rasa memiliki sehingga
manusia bisa peduli dan melindungi terumbu karang.Beberapa hal berikut yang
dapat dilakukan secara individu untuk mengurangi kerusakan terumbu karang :
·
Terapkan
prinsip 3R (reduce-reuse-recycle) dan hemat energi. Terumbu karang adalah
ekosistem yang sangat peka terhadap perubahan iklim. Kenaikan suhu sedikit saja
dapat memicu pemutihan karang (coral bleaching). Pemutihan karang yang besar
dapat diikuti oleh kematian massal terumbu karang. Jadi apapun yang dapat kita
lakukan untuk mengurangi dampak global warming, akan sangat membantu terumbu
karang.
·
Buang
sampah pada tempatnya, tidak membuang sampah ke sungai yang kemudian akan
bermuara ke laut. Hewan laut besar sering terkait pada sampah-sampah sehingga
mengganggu gerakannya. Misalnya sampah plastik yang transparan diperkirakan
kadang dimakan oleh penyu karena tampak seperti ubur-ubur. Sampah plastik ini akan
mengganggu pencernaanya.
·
Bergabung
dengan organisasi pecinta lingkungan. Saling berbagi ilmu, pendapat, dan
berdiskusi. Membangun trend hidup ramah lingkungan.
·
Bergabung
dengan gerakan-gerakan sukarelawan, atau terlibat aktif dalam kegiatan
lingkungan.
·
Bagi
penyelam pemula atau yang sedang belajar sebaiknya melakukan penyelaman di
perairan yang tidak ber-terumbu karang.
1.
2.
Peranan pemerintah
Keikutsertaan
pemerintah dalam melestarikan terumbu karang sangat penting. Pemerintah sebagai
pengatur dan pengawas masyarakat. Pemerintah dapat menetapkan kebijakan dan
peraturan peraturan untuk menyelamatkan terumbu karang. Membuat rencana-rencana
perbaikan lingkungan yang sudah rusak dan mencegah kerusakan terumbu karang.
Pemerintah juga dapat
bekerja sama dengan lembaga-lembaga atau organisasiorganisasi lingkungan untuk
menjaga kelestarian terumbu karang. Misalnya melakukan kampanye-kampanye
lingkungan hidup bekerjasama dengan media-media atau organisasi seperti
National Geographic Indonesia, WWF Indonesia, Yayasan Reef Check Indonesia,
LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan Yayasan TERANGI (Terumbu Karang
Indonesia) dan lainnya untuk mengawasi kelangsungan hidup terumbu karang. Baik
mengawasi eksploitasi karena ulah manusia, pertumbuhan terumbu karang yang sedang
direstorasi, dan pengawasan daerah terumbu karang yang terancam di
Indonesia.Upaya restorasi adalah tindakan untuk membawa ekosistem yang telah
terdegradasi kembali menjadi semirip mungkin dengan kondisi aslinya sedangkan
tujuan utama restorasi terumbu karang adalah untuk peningkatan kualitas terumbu
yang terdegradasi dalam hal struktur dan fungsi ekosistem. Mencakup restorasi
fisik dan restorasi biologi. Restorasi fisik lebih mengutamakan perbaikan
terumbu dengan fokus pendekatan teknik, dan restorasi biologis yang terfokus
untuk mengembalikan biota berikut proses ekologis ke keadaan semula.Pemerintah
harus benar-benar merealisasikan upaya-upaya untuk menyelamatkan terumbu
karang. Pemerintah perlu bersikap tegas mengenai kerusakan lingkungan yang terjadi
dan berusaha dengan sebaik-baiknya melindungi terumbu karang yang juga
merupakan aset negara.
1.
3.
Upaya Perlindungan Lingkungan Secara Global
Perubahan – perubahan
lingkungan yang terjadi akan berdampak pada perubahan lingkungan secara global.
Antara satu negara dengan negara lain memiliki tanggung jawab yang sama
terhadap kerusakan lingkungan. Banyak deklarasi-deklarasi yang disepakati oleh
banyak negara dalam upaya menyelamatkan lingkungan. Begitu pula dengan
menyelamatkan terumbu karang. Telah banyak kesepakatan-kesepakatan yang telah
disetujui oleh banyak negara untuk bekerja sama dalam menjaga lingkungan.
Yang paling terakhir
dilakukannya World Ocean Conference (WOC) atau disebut juga Manado Ocean
Declare pada tanggal 11-15 Mei 2009 di Manado. Deklarasi ini disepakati oleh 61
negara, termasuk negara-negara Coral Triangle Initiative Summit yang merupakan
kawasan yang kaya akan terumbu karang. Dalam deklarasi ini disepakati komitmen
bersama mengenai penyelamatan lingkungan laut dari ancaman global warming dan
komitmen program penyelamatan lingkungan laut secara berkelanjutan di tiap
negara. Kampanye lingkungan hidup seperti ini sangat baik bagi upaya
penyelamatan lingkungan. Apalagi dilakukan secara global yang menjaring banyak
pihak sehingga diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih cepat dan lebih
baik lagi.
KEGIATAN
MANUSIA DAN KERUSAKAN TERUMBU KARANG
Manusia sebagai
penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian
lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu
merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan
modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan
manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak
kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan
lingkungan hidup. Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor
manusia, antara lain: (1) Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah,
dan suara) sebagai dampak adanya kawasan industri. (2) Terjadinya banjir, sebagai
dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga
daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan. (3) Terjadinya tanah
longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan. Salah satu ulah manusia
yang baik secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak pada kerusakan
lingkungan hidup adalah merusak hutan bakau.
Terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang sangat
terancam didunia. Sebanding dengan hutan hujan dalam keanekaragaman hayatinya
dan merupakan sumber keuntungan ekonomi yang besar dari perikanan dan
pariwisata, ekosistem terumbu karang adalah salah satu kepentingan dunia.
Selain itu, karang memegang fungsi penting di negara-negara berkembang,
khususnya di negaranegara kepulauan berkembang. Hingga kini, tekanan yang
disebabkan oleh kegiatan manusia-seperti pencemaran dari daratan dan praktek
perikanan yang merusak- telah dianggap sebagai bahaya utama untuk terumbu
karang. Sementara masalah-masalah ini belum hilang, selama dua dekade terakhir
telah muncul ancaman lain yang lebih potensial. Terumbu karang telah
terpengaruh dengan naiknya tingkat kemunculan dan kerusakan karena pemutihan
karang (Coral Bleaching), yaitu suatu fenomena sehubungan adanya aneka
tekanan, khususnya kenaikan suhu air laut. Pemutihan yang parah dan lama dapat
perluasan kematian karang dan peristiwa kematian dan pemutihan terumbu yang
aneh di tahun 1998 telah mempengaruhi sebagianbesar daerah terumbu karang di
kawasan Indo-Pasifik.
Bentangan terumbu
karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska terdapat pada
regional Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat
yaitu Samudera
Pasifik sampai Afrika Timur.
Terumbu karang
merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan
mangrove dan padang
lamun. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada
didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai
harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia
adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat
Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu
karang di perairan Maluku dan Nusa Tenggara. Indonesia merupakan tempat bagi
sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia dan merupakan negara yang kaya akan
keanekaragaman biota perairan dibanding
dengan negara-negara Asia
Tenggara lainnya (Anonymous,
2009).
Ekosistem Terumbu Karang
Menurut Timotius S, (2003) Terumbu karang
adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang
dihasilkan terutama oleh hew an karang. Karang adalah hewan tak bertulang
belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hew an berrongga) atau
Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo
scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa.
Lebih lanjut dalam makalah ini pembahasan lebih menekankan pada karang sejati
(Scleractinia).
Koloni karang
dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk
sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh
seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada
kebanyakan Spesies, satu individu polip
karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini
memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3.
Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang
belum diketahui. (Anonymous, 2010).
Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki
ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat
besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran
kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter.
Anatomi karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian
tubuh terdiri dari:
1.
Mulut dikelilingi oleh tentakel yang
berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan
diri.
2.
Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan
saluran pencernaan (gastrovascular)
3.
Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan
endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan
saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis
yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida.
Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk
rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur).
Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari
kelompok Dinoflagelata, dengan w arna coklat atau coklat kekuning-kuningan.
Mengapa zooxanthellae ada dalam tubuh karang, kemudian apa perannya serta
bentuk hubungan seperti apa yang ada antara karang dan zoox akan dibahas lebih
lanjut pada bagian Asosiasi Zooxanthellae dengan karang.
Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya.
Tentakel tersebut aktif dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa,
sementara di siang hari tentekel ditarik masuk kedalam rangka. Di ektodermis
tentakel terdapat sel penyengatnya (knidoblas) , yang merupakan ciri khas semua
hew an Cnidaria. Knidoblas dilengkapi alat penyengat (nematosita) beserta racun
didalamnya. Sel penyengat bila sedang tidak digunakan akan berada dalam kondisi
tidak aktif,dan alat sengat berada di dalam sel. Bila ada zooplankton atau hew
an lain yang akan ditangkap, maka alat penyengat dan racun akan dikeluarkan.
Karang memiliki dua cara untuk mendapatkan makan,
yaitu menangkap zooplankton yang melayang dalam air dan menerima hasil
fotosintesis zooxanthellae. Hasil fotosintesis zooxanthellae yang dimanfaatkan
oleh karang, jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan proses respirasi karang
tersebut (Muller-Parker & D’Elia 2001). Sebagian ahli lagi mengatakan
sumber makanan karang 75-99% berasal dari zooxanthellae (Tucket & Tucket
2002, dalam Timotius S, 2003).
Asosiasi karang dengan zoxanthellae adalah alga dari
kelompok Dinoflagellata yang bersimbiosis pada hew an, seperti karang, anemon,
moluska dan lainnya. Sebagian besar zooxanthella berasal dari genus Symbiodinium.
Jumlah zooxanthellae pada karang diperkirakan > 1 juta sel/cm2 permukaan
karang, ada yang mengatakan antara 1-5 juta sel/cm2. Meski dapat hidup tidak
terikat induk, sebagian besar zooxanthellae melakukan simbiosis. Dalam asosiasi
ini, karang mendapatkan sejumlah keuntungan berupa hasil fotosintesis, seperti
gula, asam amino, dan oksigen.
Bagi zooxanthellae, karang adalah habitat yang baik
karena merupakan pensuplai terbesar zat anorganik untuk fotosintesis. Sebagai
contoh Bytell menemukan bahw a untuk zooxanthellae dalam Acropora palmata suplai
nitrogen anorganik, 70% didapat dari karang. Anorganik itu merupakan sisa
metabolisme karang dan hanya sebagian kecil anorganik diambil dari perairan.
Bagaimana zooxanthellae dapat berada dalam karang,
terjadi melalui beberapa mekanisme terkait dengan reproduksi karang. Dari
reproduksi secara seksual, karang akan mendapatkan zooxanthellae langsung dari
induk atau secara tidak langsung dari lingkungan. Sementara dalam reproduksi
aseksual, zooxanthellae akan langsung dipindahkan ke koloni baru atau ikut
bersama potongan koloni karang yang lepas. Mekanisme reproduksi lebih lanjut
dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Seperti hewan lain, karang memiliki kemampuan
reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual adalah reproduksi
yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum).
Pada reproduksi ini, polip/koloni karang membentuk polip/koloni baru melalui
pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan
koloni baru. Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan
sperma dan ovum (fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain
terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva,
penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan).
Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya:
A. Bioerosi
Proses biologi yang bersifat merusak struktur terumbu
karang yang umumnya disebut bioerosi. Bioerosi merupakan penghilangan CaCO3
dari terumbu atau dari koloni karang oleh proses-proses biologi. Organisme yang
melalui aktivitasnya menyebabkan rangka kapur karang-karang pembentuk terumbu
mengalami erosi dan melemah disebut bioeroder. Berdasar lokasi organisme
itu berada dalam substrat kapur, bioeroder dapat dikelompokkan menjadi:
Epilit (hidup di permukaan); kasmolit (dalam lubang dan celah); serta endolit
(dalam rangka). Kelompok bioeroder tersebut mencakup Microborer
(alga, jamur dan bakteri). Kelompok ini berperan sebagai pionir proses
bioerosi, yang kemudian diikuti oleh macroborer (spon;
gastropoda;barnakel; Sipunkulus; Polychaeta) Erosi yang diakibatkan terjadi di
permukaan maupun hingga ke bagian dalam rangka terumbu. Bakteri mampu mencerna
matriks organik kapur dan menyebabkan bioerosi bagian dalam. Jamur dengan
senyaw a kimia yang dihasilkan dapat menggores permukaan karang, melunakkan,
dan merusak kapur. Grazer: Scaridae (ikan kakatua), (Timotius S, 2003).
Dijelaskan juga oleh Anonymaus, (2008) pemangsaan terhadap terumbu karang dilakukan oleh
predatornya yaitu Acanthaster planci, Chaetodontidae, Tetraodontidae).
B. Kerusakan terumbu
karang oleh perubahan fisika kimia air laut
Peruban fisika dan kimia air laut pada kondisi
tertentu menyebabkan kematian atau karusakan terumbu karang. Dijelaskan oleh Westmacott
S, et al., (2000), Tekanan
penyebab pemutihan antara lain tingginya suhu air laut yang tidak normal,
tingginya tingkat sinar ultraviolet, kurangnya cahaya, tingginya tingkat
kekeruhan dan sedimentasi air, penyakit, kadar garam yang tidak normal dan
polusi. Mayoritas pemutihan karang secara besarbesaran dalam kurun waktu dua
dekade terakhir ini berhubungan dengan peningkatan suhu permukaan laut (SPL)
dan khususnya pada HotSpots. HotSpot adalah daerah dimana SPL
naik hingga melebihi maksimal perkiraan tahunan (suhu tertinggi pertahun dari
rata-rata selama 10 tahun) dilokasi tersebut. Apabila HotSpot dari 1°C
diatas maksimal tahunan bertahan selama 10 minggu atau lebih, pemutihan pasti
terjadi. Dampak gabungan dari tingginya SPL dan tingginya tingkat sinar
matahari (pada gelombang panjang ultraviolet) dapat mempercepat proses
pemutihan dengan mengalahkan mekanisme alami karang untuk melindungi dirinya
sendiri dari sinar matahari yang berlebihan.
Perubahan yang ektrim pada faktor-faktor pembatas
seperti suhu, salinitas, salinitas, cahaya, kecerahan, gelombang dan arus akan
sangat mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang bahkan bisa merusak dan
mematikan terumbu karang. Anonymaus,
(2008) menjelaskan secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi
oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang
yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang
optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi
suhu sampai dengan 36-40 °C. Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut
dengan salinitas normal 3235 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di
perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar,
karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas
(Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah
bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %. udara terbuka
merupakan faktor pembatas karena dapat mematikan jaringan hidup dan alga yang
bersimbiosis di dalamnya. Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang
yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang
tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang
memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air
segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada
koloni atau polip karang. Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat
positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh
karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan
sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga
berakibat pada kematian karang.
C. Kerusakan oleh
Kegiatan Manusia
Di Pasifik bagian barat, SPL berada diatas batas
selama lebih dari 5 bulan dibeberapa tempat. Beberapa bagian dari Great Barrier
Reef mengalami pemutihan, dengan kematian karang mencapai 70–80% dibeberapa
lokasi (Goreau et al., 2000) sedangkan ditempat lain kematian karang
kurang dari 17% (Wilkinson, 1998). Beberapa terumbu di Filipina, Papua Nugini
dan Indonesia juga menderita, walaupun banyak terumbu di Indonesia bagian
tengah selamat karena naiknya air dingin dari bawah laut (upwelling) (Westmacott
S, et al., 2000).
Kerusakan yang terjadi yang paling besar dilakukan
oleh berbagai kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Kegiatan manusia bisa
secara langsung dan tidak langsung. Kegiatan manusia yang secara langsung
adalah kegiatan manusia yang secara langsung berhubungan dengan terumbu karang
dan menyebabkan kerusakan dan kematian. Sedangkan kegiatan tidak langsung adalah
kegiatan yang dilakukan manusia didarat yang menyebabkan kerusakan lingkungan
lain yang dampaknya juga mengakibatkan rusaknya fisik maupun kimia lingkungan
terumbu karang. Contohnya penebangan hutan yang mengakibatkan banjir bandang
dan lumpurnya langsung kelaut, polusi udara yang menyebakan perubahan iklim dan
lain sebagainya.
Masalah yang lebih rumit adalah ada
sekelompok masyarakat yang berpendidikan dan bermodal kuat menggunakan
bahan-bahan cyanida dan bom serta didukung dengan kapal dan peralatan selam
untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan karang serta berkompetisi dengan masyarakat
nelayan tradisional. Modal dan keuntungan mereka digunakan juga untuk
menetapkan kolusi dengan penguasa tertentu, sehingga bila tertangkap sering
mengalami kesulitan untuk dihukum. Ekosistem terumbu karang mempunya potensi
ekonomi yang sangat besar mendorong pengambilan sumberdaya yang
dikandungnya secara berlebihan
(over exploitation) serta kurang mengindahkan kaidah-kaidah
konservasi. Karena adanya asumsi bahwa sumberdaya yang berada di
ekosistem terumbu karang adalah milik bersama (common property), sehingga bila
mereka tidak emanfaatkannya pada saat ini, maka akan dimanfaatkan orang lain (tragedy of common). Untuk
mengeksploitasi sumberdaya hayati tersebut, sebagian besar dari mereka
menggunakan racun cyanida, bahan peledak, muro ami, dan bubu yang semuanya itu
merusak ekosistem terumbu karang. Para pengguna racun Cyanida
umumnya bermaksud menangkap ikan karang untuk dipasarkan dalam keadaan
hidup di negara tertentu, sehingga mereka membentuk jaringan penangkap dan
pemasaran secara internasional. Sedang ikan-ikan yang dibom biasanya mati
dan mengalami kehancuran sehingga perlu dipasarkan dalam skala propinsi,
regional atau nasional, (Tinungki
GM., 2001)
Kegiatan Manusia Yang Mempengaruhi Ekosistem Terumbu
Karang
Banyak
tuduhan yang dialamatkan pada manusia sebagai penghancur homeostatis
alam. Thomas Berry berbicara tentang manusia sebagai makhluk bumi yang jahat
dan perusak. Ia juga menyebut kehadiran manusia sebagai penyebab penderitaan
dunia. Bonaventura, filsuf-teolog di zaman patristik, dalam bukunya, “Perjalanan Menuju Jiwa Allah”, juga
menyebut alam semesta sebagai ”kitab alam” yang ditulis Allah sebagai media
manusia untuk bersatu dengan-Nya. Pasalnya, alam adalah ”sakramen” Tuhan,
tangga untuk menuju keharmonisan bersama Sang Khalik. Sehingga, jika kita
menyadari hal tersebut, tentu visi dan misi teologi kita harus sampai pada
aspek keselamatan (soteriologi) yang bersifat universal, yaitu
keselamatan yang menjangkau seluruh ciptaan Tuhan (manusia, alam, dan
sebagainya) dalam rumah tangga dunia, (Gulo
P., 2007).
Pemutihan akibat perubahan iklim bukanlah satu-satunya
ancaman bagi terumbu karang. Para peneliti dan pengelola telah prihatin selama
bertahun-tahun akan meningkatnya dampak kegiatan manusia yang menurunkan
kondisi terumbu karang dunia (Brown, 1987; Salvat, 1987;Wilkinson, 1993; Bryant
et al., 1998; Hodgson, 1999). Perkiraan terakhir menunjukkan bahwa 10%
dari terumbu karang dunia telah mengalami degradasi yang tak dapat dipulihkan
dan 30% lainnya dipastikan akan mengalami penurunan berarti dalam kurun waktu
20 tahun mendatang (Jameson et al., 1995). Analisa ancaman-ancaman yang
potensial bagi terumbu karang dari kegiatan manusia (pembangunan daerah
pesisir, eksploitasi berlebihan dan praktek perikanan yang merusak, polusi
darat dan erosi dan polusi laut) di tahun 1998 memperkirakan bahwa 27% dari
terumbu berada di tingkat berisiko tinggi dan 31% lainnya berada di risiko
sedang (Bryant et al., 1998)., (Westmacott S, et al., 2000).
Ancaman-ancaman ini sebagian besar merupakan hasil
dari kenaikan penggunaan sumber-sumber pesisir oleh populasi pesisir yang
berkembang secara cepat, ditunjang oleh kurangnya perencanaan dan pengelolaan
yang tepat. Terumbu yang telah mengalami tekanan akibat kegiatan manusia dapat
menjadi lebih rentan untuk memutih bilamana HotSpots meluas,
karena karang yang telah lemah dapat berkurang kemampuannya menghadapi naiknya
suhu permukaan laut sebagai tekanan tambahan. Lebih lanjut lagi bahkan setelah
suhu permukaan laut kembali normal, dampak manusia dapat menghambat pertumbuhan
dan perkembangan karang baru.Tentunya, terumbu yang pernah dihadapkan pada
gangguan manusia yang berlanjut seringkali menunjukkan kemampuan yang rendah
untuk pulih (Brown, 1997; Westmacott S, et
al., 2000).
Lebih lanjut Westmacott S, et al., (2000) mengatakan, terumbu yang tidak diganggu oleh
kegiatan manusia dapat memiliki kemampuan yang lebih baik untuk pulih, bila
keadaan lingkungan optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan karang. Secara
historis, terumbu karang telah mampu pulih dari gangguan alam berkala
(contohnya topan, predator yang berlebihan, dan beragam penyakit). Justru
gangguan kronis dari kegiatan manusialah yang leih merusak saat ini. Ini
membawahi pentingnya sedapat mungkin menghilangkan seluruh dampak langsung
negatif manusia untuk member terumbu kesempatan terbaik agar pulih dari
pemutihan. Dampak tersebut dihasilkan dari serangkaian kegiatan diantaranya:
• Pembangunan pesisir untuk perumahan, resort,
hotel, industri, pelabuhan dan pembangunan marina seringkali menyebabkan
reklamasi daratan dan penggerukan tanah. Ini dapat meningkatkan sedimentasi
(sehingga mengurangi cahaya dan menutupi karang) dan menimbulkan kerusakan
fisik langsung bagi terumbu.
• Pengelolaan yang tidak berkelanjutan di daerah
aliran sungai yang disesuaikan dan daerah pesisir, termasuk pengurangan lahan
hutan, pertanian yang buruk dan praktek pemanfaatan lahan yang buruk, mengacu
kepada pengaliran pestisida (yang membahayakan organism terumbu karang), pupuk
(yang menyebabkan bertambahnya nutrisi) dan sedimentasi.
• Eksploitasi berlebihan dapat mengakibatkan sejumlah
perubahan pada terumbu karang. Penangkapan jenis ikan pemakan alga yang
berlebihan dapat mengakibatkan pertumbuhan alga yang eksesif, penangkapan yang
berlebihan dari jenis ikan yang berperan amat penting dalam ekosistem terumbu
dapat mengakibatkan meledaknya populasi jenis lain dibagian manapun dari rantai
makanan.
• Kegiatan perikanan yang merusak, seperti
memakai alat peledak dan penggunaan jaring insang dan pukat dapat membuat
kerusakan fisik yang ekstensif bagi terumbu karang dan mengakibatkan tingginya
persentase kematian ikan yang belum dewasa (yaitu bibit ikan dewasa dimasa
mendatang). Penggunaan sianida dan racun lain untuk menangkap ikan akuarium
juga berdampak negatif.
• Pembuangan limbah industri dan rumahtangga
meningkatkan tingkat nutrisi dan racun dilingkungan terumbu karang. Pembuangan
limbah tak diolah langsung ke laut menambah nutrisi dan pertumbuhan alga yang
berlebihan. Limbah kaya nutrisi dari pembuangan atau sumber lain khususnya amat
mengganggu, karena mereka meningkatkan perubahan besar dari struktur terumbu
karang secara perlahan dan teratur. Alga mendominasi terumbu hingga melenyapkan
karang pada akhirnya.
• Kegiatan kapal dapat berdampak bagi terumbu melalui
tumpahan minyak dan pembuangan dari ballast kapal. Walaupun
konsekuensinya kurang dikenal, hal ini berdampak lokal yang berarti. Kerusakan
fisik secara langsung dapat terjadi karena kapal membuang sauh di terumbu
karang dan pendaratan kapal tak disengaja.
• Banyak kegiatan lain yang terjadi langsung di
terumbu karang menyebabkan kerusakan fisik bagi karang dan oleh karena itu
mempengaruhi integritas struktur karang. Kerusakan seperti ini seringkali
terjadi dalam hitungan menit tetapi tahunan untuk memperbaikinya. Sebagai
tambahan dari kegiatan sebagaimana disebutkan diatas, kerusakan dapat pula
disebabkan karena orang menginjak karang untuk mengumpulkan kerang dan
organisme lain didataran terumbu karang atau di daerah terumbu karang yang
dangkal, dan penyelam (diving maupun snorkel) berdiri diatas atau
mengetuk-ketuk terumbu karang.
Di jelaskan pula oleh Burke et al ., (2002) dalam Sudiono G., (2008) bahwa terdapat
beberapa penyebab kerusakan terumbu karang yaitu:
(1) Pembangunan di wilayah pesisir yang tidak dikelola
dengan baik;
(2) Aktivitas di laut antara lain dari kapal dan
pelabuhan termasuk akibat langsung dari pelemparan jangkar kapal;
(3) Penebangan hutan dan perubahan tata guna lahan
yang menyebabkan peningkatan sedimentasi;
(4) Penangkapan ikan secara berlebihan memberikan
dampak terhadap keseimbangan yang harmonis di dalam ekosistem terumbu karang;
(5) Penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan bom;
dan
(6) Perubahan iklim global.
Tindakan Pengelolaan
Terumbu Karang
Tekanan perubahan
iklim terhadap terumbu karang mengancam keberlanjutan ketersediaan pangan dan
akan memaksa masyarakat di daerah pesisir berpindah karena kehilangan sumber
makanan dan sumber pendapatan. Studi yang dilakukan World Wildlife Fund (WWF)
Internasional juga menyebutkan bahwa jika dunia tidak mengambil tindakan
efektif untuk menekan dampak perubahan iklim maka kawasan terumbu karang di
Segitiga Karang (Coral Triangle) akan hilang pada akhir abad ini. Hal itu
membuat kemampuan daerah pesisir untuk menghidupi populasi di daerah sekitarnya
akan berkurang 80 persen. Direktur Jenderal WWF Internasional James Leape
mengatakan, hal itu bisa terjadi karena keberadaan terumbu karang sangat
memengaruhi kelangsungan ekosistem laut, termasuk kehidupan sumber daya hayati
di dalamnya. Segitiga Karang yang meliputi kawasan Indonesia, Filipina,
Malaysia, Papua Niugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste mencakup 30 persen
dari terumbu karang di dunia dan 76 persen dari spesies karang yang
membentuknya merupakan tempat bertelur jenis ikan strategis, seperti ikan
tuna, (Anonymaus, 2009).
Pemulihan terumbu karang beragam macamnya mulai dari
terumbu karang yang satu ke yang lain sesuai dengan keunikan setiap lokasi. Westmacott
S, et al., (2000) dalam bukunya
menyarankan tindakan pengelolaan terumbu karang dengan melihat kondisi yang
optimal dan pengelolaan yang hati-hati dapat membantu, dengan mengurangi dampak
negatif dengan memperbaiki keadaan bagi pemulihan. Pemulihan hanya terjadi bila
tekanan tambahan akibat kegiatan manusia dibatasi. Kondisi yang optimal untuk
pemulihan ekosistem terumbu karang secara maksimal meliputi:
• Permukaan dasaran yang padat, bebas alga dimana
larva karang dapat menempel dan tumbuh; bilamana karang mati selama pemutihan,
batu yang mereka tinggalkan menjadi substrat yang potensial untuk peremajaan.
• Daerah bebas penangkapan ikan yang berlebihan,
sedimentasi, polusi, pupuk, limbah tak diolah dan bahanbahan lain yang dapat
mengurangi pertumbuhan dan mempengaruhi kelangsungan peremajaan karang;
kualitas air yang baik dan pengurangan dampak fisik yang mampu menunjang
pertumbuhan dan peremajaan karang.
• Keberadaan karang dewasa yang matang secara seksual
didaerah tersebut sebagai penyedia larva baru, kemampuan terumbu karang yang
tak terganggu, jauh dari terumbu karang yang rusak, untuk menyediakan larva
akan bergantung dari arus laut yang sesuai dan kesehatan terumbu karang induk.
Karang lokal yang tersisa dapat pula menjadi sumber larva di daerah tersebut.
• Perlindungan dari penangkapan ikan yang berlebihan
untuk mempertahankan populasi ikan yang sehat, ikan herbivora akan memakan alga
dan menjaga karang yang mati sebagai substrat bagi kolonisasi karang.
Kondisi-kondisi ini menurutnya dapat dimaksimalkan dengan
pengelolaan yang terencana dengan baik. Lebih lanjut Westmacott
S., et al., (2000) berbicara
tentang strategi pelestarian terumbu karang dalam konteks Daerah Perlindungan
Laut, perikanan, pariwisata dan Pengelolaan Pesisir Terpadu.
A. Daerah Perlindungan
Laut (DPL)
DPL dapat memegang peranan yang semakin penting bagi
pelestarian dan pengelolaan terumbu karang nantinya dengan cara:
• Melindungi daerah terumbu karang yang tidak rusak
yang dapat menjadi sumber larva dan sebagai alat untuk membantu pemulihan.
• Melindungi daerah yang rapuh untuk HotSpot,
contohnya karena kenaikan air dingin dari bawah laut dimasa mendatang,
nantinya.
• Melindungi daerah yang bebas dari dampak manusia dan
cocok sebagai substrat bagi penempelan karang dan pertumbuhan kembali.
• Memastikan bahwa terumbu karang tetap menopang
kelangsungan kebutuhan masyarakat sekitar yang bergantung padanya.
Tindakan-tindakan pengelolaan dalam kaitannya
dengan Daerah Perlindungan Laut adalah:
1. Pengidentifikasian wilayah-wilayah terumbu karang
yang kurang rusak dan meninjau ulang sistem zonasi dan batasanbatasan. Survei
terumbu-terumbu karang dikawasan DPL adalah keharusan yang amat penting untuk
dilakukan, untuk mengidentifikasi terumbu karang sehat dan yang dapat
menyumbang bagi pemulihan wilayah tersebut secara keseluruhan.
2. Menjamin bahwa DPL dikelola secara efektif.
Terumbu-terumbu karangyang rusak di DPL kemungkinan pulih lebih cepat jika
mereka dikelola secara tepat dan tidak diberikan beban tambahan seperti
contohnya kunjungan wisatawan yang banyak sekali.
3. Mengembangkan pendekatan lebih strategis untuk
mendirikan sistem DPL. Untuk pengembangan sistem DPL skala nasional dan
regional, pendekatan lebih strategis mungkin diperlukan untuk memperhatikan
terumbu karang sumber dan penampung dan pola penyebaran larva karang.
B. Perikanan
Terumbu karang membantu perikanan dalam nilai besar,
termasuk ikan dan jenis invertebrata. Pemanfaatan oleh manusia dapat timbul
dalam skala komersial besar atau dalam skala artisanal kecil. Tujuan utama
dari beberapa perikanan adalah mengumpulkan makanan, sementara perikanan
lainnya dapat berkaitan dengan pengumpulan barang-barang cinderamata dan
perdagangan akuarium. Kesemua bidang usaha ini dapat terpengaruh oleh pemutihan
karang. Sementara kebanyakan penelitian perikanan saat ini masih terfokus pada
ikan yang dapat dimakan, kita dapat saja menggunakan teori mutakhir untuk
mengurangi dampak potensial pemutihan dan degradasi terumbu karangpada
perikanan terumbu karangsecara garis besar. Setelah mengkaji ulang teori-teori
dasar perikanan kami akan menerapkan prinsip pencegahan untuk membuat beberapa
usulan dalam garis besar.
Tindakan-tindakan dibidang perikanan adalah:
1. Mendirikan zona dilarang memancing dan pembatasan
alat perikanan untuk melindungi tempat berkembang biak dan menyediakan tempat
berlindung bagi ikan.
2. Mempertimbangkan ukuran perlindungan tertentu
untuk:
• Pemakan alga, seperti ikan kakatua dan ikan butane
yang berperan penting untuk mempertahankan substrat yang tepat bagi penempelan larva
karang.
• Ikan pemakan karang, seperti ikan kepe-kepe dan ikan
damsel (damselfish) yang ditangkap untuk perdagangan akuarium, mungkn
berkurang populasinya karena habitat dan sumber makanannya telah menurun.
3. Memberlakukan peraturan yang melarang praktik
penangkapan ikan yang merusak (seperti dengan peledak, jaring insang (gill
net), pukat cincin (purse seine), sianida dan racun lain) yang dapat
merusak terumbu karang.
4. Memonitor komposisi dan ukuran penangkapan untuk
mengevaluasi kesuksesan strategi pengelolaan dan mengimplementasikan strategi
baru jika diperlukan.
5. Mengembangkan mata pencaharian pilihan bagi
komunitas nelayan bila diperlukan.
6. Membatasi masuknya nelayan baru ke daerah
penangkapan ikan dengan sistem pemberian ijin.
7. Mengatur pengambilan biota-biota terumbu karang
untuk akuarium dan cindera mata. Peraturan yang mengatur kegiatan-kegiatan ini
ada di beberapa negara dan harus digalakkan CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) membantu mengontrol
perdagangan internasional dengan memberikan ijin eksport seluruh karang batu
dan beberapa kerang (contohnya kima raksasa). Negaranegara peserta CITES pun
harus melaksanakankewajiban mereka.
C. Pariwisata
Tindakan-tindakan pengelolaan di bidang pariwisata
adalah:
1. Mempertahankan populasi ikan sehat bagi para
penyelam dan snorkellers. Ikan yang beraneka ragam dan
warna-warni merupakan atraksi utama bagi penyelam dan snorkeller, dan
terumbu karang yang terdegradasi akhirnya akan menurunkan jumlah ikan
keseluruhan. Metode penyelesaiannya sama dengan tindakan dibidang perikanan.
Sehubungan dengan pariwisata, tindakan-tindakan ini meliputi:
• Mengurangi tekanan dari penangkapan ikan di
sekeliling daerah penyelaman dan snorkelling.
• Mendirikan zona dilarang memancing dimana penyelaman
dan snorkelling diperbolehkan.
• Mengadakan pemisahan antara zona untuk penyelaman
dan snorkelling dengan zona penangkapan ikan guna mengurangi konflik.
• Menghentikan praktik penangkapan ikan yang merusak
yang menurunkan populasi ikan dan merusak keunikan pesona bawah air.
2. Melibatkan wisatawan dalam permasalahan pemutihan.
Banyak penyelam dan snorkeller ingin terlibat dalam kegiatan pelestarian
terumbu karang dan akan menyambut baik kesempatan untuk berpartisipasi pada
prakarsa-prakarsa yang berhubungan dengan pemulihan terumbu karang.
3. Diversifikasi industri pariwisata. Dalam rangka
memonitor perubahan pada kunjungan wisata ke terumbu karang, survei berkala
wajib dilakukan. Monitoring perubahan pasar pariwisata akan mengindikasikan
apakah pemasaran kegiatan pariwisata alternatif diperlukan untuk mempertahankan
industri.
4. Mengurangi dampak kegiatan pariwisata secara umum.
Pada terumbu karang yang telah terdegradasi dan memutih, pengelolaan kegiatan
pariwisata sekelilingnya amat diperlukan. Dampak-dampak berikut ini, antara
lainnya, harus dikurangi atau dihilangkan;
• Kontak langsung dari penyelaman atau snorkeling (karena
berjalan atau mengetuk-ketuk terumbu); menyediakan informasi bagi para
penyelam dan mendidik mereka tentang bahaya potensial.
• Situs menyelam atau terumbu karang yang digunakan
terlalu sering; merelokasi situs penyelaman atau membatasi jumlah penyelam di
tempat menyelam yang terkenal.
• Kerusakan fisik dari kapal yang menjangkar
(pelayaran penyelaman, nelayan, pesiar, dan lain-lain) dapat dikelola dengan
menunjuk zona penjangkaran, menyediakan pilihan, seperti mooring, dan
memberlakukan peraturan-peraturan lain sehubungan dengan penjangkaran ramah
lingkungan.
• Kontaminasi dari pembuangan limbah dekat pantai
(contohnya limbah dari resort); mungkin lebih tepat bila resort pantai
memproses air buangan atau mendaur ulang untuk pemeliharaan taman mereka
sehingga nutrisi-nutrisi buangan dapat dipergunakan oleh tanaman.
• Sedimentasi dan polusi konstruksi bangunan
(contohnya dermaga kecil dan dermaga besar, pelabuhan dan marina); tersedia
bimbingan untuk rupa-rupa kegiatan konstruksi dan pelaksanaannya, dan berbagai
metode telah dikembangkan untuk mengurangi dampak tersebut.
5. Mendorong wisatawan untuk menyumbang dana untuk
usaha pemulihan dan pengelolaan. Mengelola terumbu karang, yang sehat maupun
yang tengah pulih dari kerusakan, membutuhkan sumber pendanaan yang memadai
dimana merupakan sesuatu kekurangan dari negara-negara yang terpengaruh paling
kritis. Indusri pariwisata yang menggantungkan diri atau memanfaatkan terumbu
karang secara ekstensif yang terdapat di banyak daerah, harus menyumbang bagi
pengelolaan perlindungan terumbu karang.
6. Menyebarluaskan informasi kepada umum melalui
pendidikan dan propaganda lainnya. Industri pariwisata dapat memegang peranan
penting dalam pendidikan dan kegiatan-propaganda lainnya.
D. Pengelolaan
Pesisir Terpadu
Terumbu karang, khususnya terumbu karang tepi,
seringkali ditemui dekat pesisir dan terletak mungkin hanya beberapa meter dari
garis pantai. Pertumbuhan populasi yang cepat dan naiknya permintaan untuk
industri, pariwisata, perumahan, pelabuhan dan tanjung menghasilkan
perkembangan pesisir yang ekstensif. Oleh karena itu, tindakan-tindakan berikut
perlu ditekankan:
1. Menerapkan sistem Daerah Perlindungan Laut dalam kerangka kerja
Integrated Coastal Management (ICM) / Pengelolaan Pesisir Terpadu, yang perlu
diperhatikan adalah pengetahuan tentang inter-koneksi (inter-connectedness),
kepekaan dan kemampuan pulih terumbu karang yang berbeda.
2. Mengimplementasikan ukuran-ukuran untuk
meningkatkan penangkapan ikan yang dikelola berkelanjutan dan keterpaduan dari
semua ini dalam garis besar perkembangan ekonomi daerah pesisir.
3. Pengembangan dan implementasi dari alat
perencanaan, garis-garis acuan, peraturan dan ukuran-ukuran insentif dan
mekanisme-mekanisme lain untuk mempromosikan konstruksi ramah lingkungan dan
bentuk lain dari pemanfaatan tanah dan pembangunan pesisir.
4. Peraturan bagi polusi bersumber dari daratan.
Polusi alam ini harus ditangani secara internasional, regional, nasional dan
lokal serta banyak prakarsa sedang direncanakan. Pengelola terumbu karang dan
pembuat keputusan dapat membantu mempromosikan teknologi baru dan mendorong
metode-metode temuan baru untuk limbah buangan ramah lingkungan, seperti
pemanfaatan lahan basah untuk menyaring keluar limbah kaya nutrisi, dan
“kering” atau kompos kotoran.
5. Pengelolaan pengapalan dan pengangkutan lain untuk
mengurangi kerusakan pada terumbu karang dan ekosistem yang berasosiasi dengan
penjangkaran, pendaratan (grounding), tumpahan minyak dan limbah buangan
6. Perlindungan garis pantai terhadap erosi. Erosi
pesisir dapat meningkat jika terumbu karang yang sebelumnya melindungi pantai
dari ombak dan badai, dirusak. Erosi beberapa meter dilaporkan terjadi di
pantai dibeberapa daerah Seychelles dimana terumbu karang telah terkena
pemutihan.
E. Teknik-teknik Restorasi
Karena restorasi karang secara aktif umumnya mahal dan
tidak selalu berhasil, pengelola harus menilik situasinya secara cermat sebelum
melaksanakan program tersebut dan mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:
1. Apa tujuan proyek restorasi? Apakah terumbu
karangyang direstorasi untuk pelestarian keanekaragaman, pariwisata, perikanan,
perlindungan terhadap erosi pesisir atau hanya untuk penelitian saja? Tujuan
tersebut akan membantu penentuan pemakaian metode.
2. Apa skala dari proyek restorasi tersebut?
Apakah daerah yang terdegradasi merupakan lokasi tertentu (yaitu ditempat kapal
biasa membuang jangkar atau berlabuh), sebagian atau seluruh komplek terumbu?
Jika daerah yang rusak adalah luas (contohnya sehabis pemutihan besar-besaran),
perhatian khusus harus diberikan seperti pada arah mana restorasi akan
dilakukan dalam hal pola-pola arus (mendorong pembibitan karang ke hilir tetapi
menghindari sumber-sumber polusi dari hulu) dan terbukanya kemungkinan
pengrusakan akibat gelombang, sumber-sumber polusi dan kekeruhan air.
3. Ketika tujuan dan skala telah ditentukan, evaluasi biaya
proyek perlu dilakukan dengan memperhatikan penggunaan dana yang
seefektif mungkin.
4. Bagaimana tingkat kesuksesan dari metode
yang akan dipakai? Metode manakah yang paling hemat biaya untuk daerah
tersebut? Penting!, penggunaan metode tidak boleh menambah kerusakan terumbu.
5. Apa yang akan menjadi kemampuan bertahan jangka
panjang dari program ini? Untuk menjamin kesuksesan, kesinambungan proyek harus
cukup lama sehingga kemajuan restorasi dapat dimonitor.
6. Apakah komunitas setempat dan pengguna terumbu
karang dapat dilibatkan? Partisipasi aktif dari mereka yang mata pencahariannya
terkait dengan terumbu karang akan meningkatkan peluang keberhasilan.
F. Monitoring dan Penelitian
Program monitoring yang dirancang dengan baik adalah
perangkat sangat penting untuk mengikuti perubahan-perubahan pada terumbu
karang yang memutih dan untuk mengawasi kondisi umum dari terumbu yang tidak
terkena dampak pemutihan. Monitoring harus dimulai secara sederhana, adaptif
dan fleksibel, dan dirancang sesuai dengan tujuan pengelolaan.
Masih banyak yang harus kita pelajari tentang fenomen
pemutihan karang dan dampak potensialnya bagi terumb karang dan orang-orang
yang bergantung kepadanya. Pengelola terumbu dan pembuat keputusan dapat
mendorong ilmuwan, laboratorium-laboratorium laut, LSM dan institusi
pemerintahan agar melaksanakan studi-studi untuk menjembatani jurang pemisah
antara pengetahuan kita dan degredasi terumbu karang.
2.1.2. Jenis Jenis
Terumbu Karang Di Indonesia
2.1.2.1. Tipe- Tipe
Terumbu Karang Berdasarkan Jenisnya
Ada dua jenis terumbu
karang yaitu
1.
Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral)
merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Karang
batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat
sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat
rentan terhadap perubahan lingkungan.
2.
Terumbu karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips) tidak
membentuk karang. Terdapat beberapa tipe terumbu karang yaitu terumbu karang
yang tumbuh di sepanjang pantai di continental shelf yang biasa disebut
sebagai fringing reef, terumbu karang yang tumbuh sejajar pantai tapi
agak lebih jauh ke luar (biasanya dipisahkan oleh sebuah laguna) yang biasa
disebut sebagai barrier reef dan terumbu karang yang menyerupai cincin di
sekitar pulau vulkanik yang disebut coral atoll
2.1.2.2.Tipe- Tipe
Terumbu Karang Berdasarkan Bentuknya
Terumbu karang umunya
dikelompokkan ke dalam empat bentuk, yaitu :
1.
Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi
atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau
besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke
atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu
ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian
endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam,
pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi),
Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
1.
Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini
terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut
lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang
membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan
kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau
benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan
Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan
Banggai (Sulawesi Tengah).
2.
Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang
berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulaupulau vulkanik yang
tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
3.
Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch
reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island).
Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun
waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan
berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal.
Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu.
2.1.2.3.Beberapa
Spesies Terumbu Karang di Indonesia dan Klasifikasinya
1.
Acropora cervicornis
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Cnidaria
Class
: Anthozoa
Ordo
: Scleractinia
Family
: Acroporidae
Genus
: Acropora
Spesies
: Acropora cervicornis
2.
Acropora acuminata
Kingdom
: Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora acuminata
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora acuminata
3. Acropora
micropthalma
Kingdom
: Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora micropthalma
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora micropthalma
4. Acropora
millepora
Kingdom
: Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora millepora
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora millepora
5. Acropora
palmate
Kingdom
: Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora palmate
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora palmate
2.1.3.
Fungsi Terumbu Karang Di Indonesia
Di samping peranannya yang penting, ekosistem terumbu karang
Indonesia dipercaya sedang mengalami tekanan berat dari kegiatan penangkapan
ikan dengan mempergunakan racun dan bahan peledak. Struktur yang begitu kokoh dari terumbu berfungsi
sebagai pelindung sempadan pantai, dan ekosistem pesisir lain (padang
lamun dan hutan mangrove) dari terjangan arus kuat dan gelombang besar.
Struktur terumbu yang mulai terbentuk sejak ratusan juta tahun yang lalu juga
merupakan rekaman alami dari variasi iklim dan lingkungan di masa silam,
sehingga penting bagi penelitian paleoekologi (Anonim, 2009).
Menurut , (Wibisono,
2005) adapunfungsiterumbukarangantara lain sebagaiberikut:
1.
Sebagaitempatberteduh (Sheltor)
dantempatmencarimakanbagisebagianbiotaLaut.
2.
Sebagaipenahanerosipantaikarenadeburanombak
3.
sebagaicadangansumberdayaalam (Natural Stock) untukberbagaijenis
biota yang bernilaiekonomipenting.
4.
Untukdaerahpemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery),
danpembesaran (rearing) beberapajenisikanUntukbahanmakanan,
yaituberupaikan, udang-udangan (lobster), octpus, Kerang-kerangan (oyster),
rumputlaut, dansebagainya
Menurut (Anonimymous,
2008) terddapat fungsi terumbu karang lainnya sebagai berikut:
1.
Pelindung ekosistem pantai
2.
Objek wisata
3.
Daerah Penelitian
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar pengelolaan yang lebih baik.
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar pengelolaan yang lebih baik.
4.
Mempunyai nilai
spiritual
Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting, Laut yang terjaga karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan spiritual in.
Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting, Laut yang terjaga karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan spiritual in.
2.2. Pengaruh
Kerusakan Terumbu Karang Terhadap Ekosistem Di Perairan
Indonesia
Indonesia
2.2.1. Kondisi
Terumbu Karang Di Indonesia
Namun sayangnya
laporan Reef at Risk (2002) menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara
dengan status terumbu karang yang paling terancam. Selama 50 tahun terakhir,
proporsi penurunan kondisi terumbu karang Indonesia telah meningkat dari 10%
menjadi 50%. Lebih lanjut, hasil survey P2O LIPI (2006) menyebutkan bahwa hanya
5,23% terumbu karang di Indonesia yang berada di dalam kondisi yang sangat
baik.Ancaman utama yang tercatat adalah: pembangunan daerah pesisir, polusi
laut, sedimentasi dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan
ikan berlebih), destruktif fishing (penangkapan ikan dengan cara
merusak), dan pemutihan karang ( coral bleaching ).
2.2.2. Penyebab
Kerusakan Terumbu Karang Di Indonesia
Beberapa faktor
rusaknya terumbu karang di Indonesia disebabkan karena aktivitas manusia, di
antaranya adalah membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air
laut, penggunaan pupuk dan pestisida buatan pada lahan pertanian turut merusak
terumbu karang di lautan, boros menggunakan air (semakin banyak air yang
digunakan semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan akhirnya mengalir
ke laut), membuang jangkar pada pesisir pantai, penambangan pasir atau bebatuan
di laut dan pembangunan pemukiman di pesisir, limbah dan polusi dari aktivitas
masyarakat di pesisir secara tidak langsung berimbas pada kehidupan terumbu
karang, pengambilan karang untuk bahan bangunan dan hiasan akuarium, menangkap
ikan di laut dengan menggunakan bom dan racun sianida, dan selain karena
kegiatan manusia, kerusakan terumbu karang juga berasal dari sesama mahkluk
hidup di laut seperti siput drupella salah satu predator karang (Juliana,
2011).
Selain kerusakan yang
disebabkan oleh kegiatan antropogenik, juga ada yang disebabkan oleh pengaruh
alamlainnya, misalnya akibat dari perubahan cuaca global El Nino pada tahun
1987-1988 sehingga terjadi peningkatan suhu air laut rata-rata yang berakibat
kematian karang melalui tahap pemutihan (bleaching). Laporan dari BPPT diatas
juga menyebutkan bahwa di Kep. Seribu 90-95% terumbu karang yang berada pada
kedalaman 25 meter mengalami kematian (Wibisono, 2005).
Sumber kedua terbesar
yang menyebabkan kematian terumbu, pada tahun-tahun terakhir adalah ledakan
populasi bintang laut Acanthaster planci. Sejak1957, ketika mula-mula
ditemukannya ledakan populasi, A. Planci menyebabkan bencana
kematian terumbu pada banyak tempat di Pasifik Barat. Kemampuan bintang laut
dalam merusak daerah yang sangat luas di terumbu sangat dahsyat. Di Guam,
Chester (1969) memperkirakan bahwa 90 persen terumbu karang sepanjang 38 km
pada garis pantai telah dirusak dalam waktu dua setengah tahun, dan di Great
Barrier Reef, Endean (1973) mencatat bagian terbesar dari karang dalam suatu
terumbu seluas 8 km2 telah rusak dalam 12 bulan (Nybakken, 1988) ).
2.2.3. Pengaruh
Kerusakan Terumbu Karang Terhadap Ekosistem Di
Perairan Indonesia
Perairan Indonesia
Rusaknya terumbu
karang mengakibatkan sumber rantai makanan juga hilang. Akibatnya, selain
nelayan kian sulit menangkap ikan, udang atau biota laut lainnya, pertumbuhan
dari biota tersebut juga lambat. Kondisi ini diperarah dengan perburuan ikan
yang semakin intensif seiring dengan meningkatnya konsumsi manusia. Itulah
sebabnya selain stok perikanan tangkap dunia termasuk Indonesia terus merosot
juga ukurannya kian mengecil dari waktu ke waktu. Upaya yang dilakukan untuk
melestarikan terumbu karang Cara-cara penangkapan ikan dengan menggunakan bom
dan racun harus segera dihentikan karena hanya dalam sekejap akan
meluluhlantahkan ekosistem terumbu karang. Untuk mengembalikannya lagi ke tingkat
semula merupakan satu hal yang cukup sulit. Menurut penelitian dibutuhkan waktu
setahun untuk menumbuhkan terumbu karang sepanjang 1 cm
2.2. . Memperbaiki
Dan Memulihkan Terumbu Karang Yang sudah Rusak
Konservasi sumberdaya
hayati laut merupakan salah satu implementasi pengelolaan ekosistem sumberdaya
laut dari keruskan akibat aktivitas manusia. Kawasan konservasi laut mempu nyai
peranan penting dalam program konservasi sumberdaya alam hayati wilayah laut.
Walaupun kawasan ini cenderung lebih baru ditetapkan dibandingkan dengan
kawasan konservasi di daerah daratan, namun dibutuhkan keahlian tertentu untuk
mengidentifikasi, mendirikan dan mengelolanya. Pemanfaatan sumberdaya
alam di lingkungan konservasi laut biasanya diatur melalui zona-zona yang telah
di tetapkan kegiatan-kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan, misalnya
pelarangan kegiatan seperti penambangan minyak dan gas bumi, penangkapan ikan
dan biota laut lain dengan alat yang merusak lingkungan, serta perusakan
lingkungannya untuk menjamin perlindungan yang lebih baik (Supriharyono, 2007).
Berdasarkan
(Sjamsoeddin, 1997) kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia
dalam upaya tetap melestarikan terumbu karang sebagai kekayaan nasional antara
lain:
1.
Mengupayakan peraturan perundang-undangan bagi perlindungan terumbu karang,
sehingga tidak terjadi kekosongan hukum dalam rangka penegakkan hukum bagi
pelestarian dan perlindungan terumbu karang.
2.
Mengupayakan usaha-usaha peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat bagi
pelestarian terumbu karang.
3.
Mengupayakan pelatihan, penelitian, dan pendidikan bagi upaya-upaya konservasi
terumbu karang.
4.
Mengupayakan pengelolaan kawasan konservasi ekosistem terumbu karang agar dapat
diupayakan pemanfaatannya secara optimal, dan berdaya guna bagi masyarakat.
Para pemerhati
lingkungan juga melontarkan berbagai gagasan, ide dan saran kepada
pengambil kebijakan untuk menjaga kondisi terumbu karang agar dapat
berfungsi dengan baik. Salah satunya ajakan untuk turut berpartisipasi dalam
kegiatan Friends of the Reef (FoR) di beberapa lokasi di Asia Pasifik.
Misi utama FoR adalah mengasilkan stategi untuk meningkatkan daya tahan dan
daya lenting terumbu karang agar mampu menghadapi ancaman pemanasan global.
Baru-baru ini, Presiden Republik Indonesia mengadakan pertemuan di Sydney dan
telah mengumumkan sekaligus mengajak negara-negara di dunia, khususnya di
kawasan Asia Pasifik untuk menjaga dan melindungi kawasan segitiga karang dunia
yang dikenal dengan nama Coral Triangle. Indonesia bersama lima negara
lainnya yaitu Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea dan Kepulauan
Salomon mengumumkan sebuah inisiatif perlindungan terumbu karang yang disebut Coral
Triangle Initiative (CTI). Inisiatif ini mendapat kesan positif dari
negara- negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia. Perlindungan
terhadap keanekaragaman hayati laut, terutama terumbu karang melalui CTI sangat
erat kaitannya dengan ketahanan pangan upaya mengurangi kemiskinan. Menjaga
kelestarian terumbu karang bukan hanya menjadi tanggung jawab nelayan saja
melainkan seluruh umat manusia di bumi ini. Dengan menanamkan pendidikan kepada
masyarakat luas (terutama yang tinggal di sepanjang garis pantai) mengenai
fenomena ini melalui beberapa media seperti leaflet, booklet dan
berbagai media komunikasi cetak lainnya perlu disebarkan ke masyarakat,
termasuk melalui media eletronik, radio dan televisi. Kemudian adanya penegakan
hukum dan partisipasi pesisir dalam menjaga keutuhan wilayah pesisir yang salah
satunya dengan mengawasi dan menjaga aktivitas penambangan liar di daerah
pesisir yang harus segera dihentikan (DKP Kab. Oki, 2011).
Konservasi,
Rehabilitasi dan Studi Kasus Terumbu Karang
Sebagian besar wilayah Indonesia adalah
lautan, sehingga secara alamiah bangsa Indonesia merupakan bangsa bahari. Hal
ini ditambah lagi dengan letak wilayah Indonesia yang strategis diwilayah
tropis. Hamparan laut yang luas merupakan suatu potensi bagi bangsa Indonesia
untuk mengembangkan sumberdaya laut yang memiliki keragaman, baik sumberdaya
hayati maupun sumberdaya lainnya. Sebagai suatu bangsa bahari yang memiliki
wilayah laut yang luas dan dengan ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar
didalamnya, maka derajat keberhasilan bangsa Indonesia juga ditentukan dalam
memanfaatkan dan mengelola wilayah laut yang luas tersebut.
Salah satu dari potensi tersebut atau
sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau ekologinya
adalah sumberdaya terumbu karang, apabila sumberdaya terumbu karang ini
dikaitakn dengan pengembangan wisata bahari mempunyai andil yang sangat besar.
Karena keberadaan terumbu karang tersebut sangat penting dalam pengembangan
berbagai sektor termasuk sektor pariwisata.
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang
yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae.
Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki
tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia
(atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan
secara asal-usul, morfologi dan Fisiologi.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan
kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu
polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang
terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada kebanyakan
Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu
yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa
serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai
spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum
diketahui (Wikipedia, 2011).
Terumbu karang di dunia diperkirakan mencapai 284,300 km2. Terumbu karang dan
ekosistem lain yang terkait, seperti padang lamun, rumput laut dan mangove
adalah ekosistem laut terkaya di dunia. Wilayah Indonesia mempunyai sekitar 18%
terumbu karang dunia, dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (lebih
dari 18% terumbu karang dunia, serta lebih dari 2500 jenis ikan, 590 jenis
karang batu, 2500 jenis Moluska, dan 1500 jenis udang-udangan) (Goblue, 2011).
Terumbu karang di Indonesia memberikan
keuntungan pendapatan sebesar US$1,6 milyar/tahun. Nilai keseluruhan pelayanan
dan sumber dayanya sendiri diperkirakan mencapai setidaknya US$ 61,9
milyar/tahun. Terdapat ribuan spesies yang hidup di kawasan terumbu karang.
Namun hanya sebagian yang menghasilkan kalsium karbonat pembentuk terumbu.
Organisme pembentuk terumbu yang terpenting adalah hewan karang (Goblue, 2011).
Ekosistem terumbu karang adalah salah satu
ekosistem khas pesisir tropis yang memiliki berbagai fungsi penting, baik
secara ekologis maupun ekonomis. Fungsi ekologis tersebut adalah penyedia
nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemilahan biota perairan,
tempat bermain, dan asuhan bagi berbagai biota. Di samping fungsi ekologis,
terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi
penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan
kerang mutiara (Maul, 2010).
Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat
peka dan sensitif sekali. Jangankan dirusak, diambil sebuah saja, maka rusaklah
keutuhannya. Ini dikarenakan kehidupan di terumbu karang di dasari oleh
hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk. Rantai makanan adalah salah
satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu proses terciptanya pun tidak
mudah. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta
secara utuh dan indah. Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak
mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam (Prambudi, 2010).
Sebagai ekosistem terumbu karang sangat
kompleks dan produkstif dan keanekaraman jenis biota yang amat tinggi. Variasi
bentuk pertumbuhannya di Indonesia sangat kompleks dan luas sehingga bisa
ditumbuhi oleh jenis biota lain (Prambudi, 2010).
Terumbu karang merupakan pusat keanekaragaman
hayati laut terkaya di dunia yang memiliki struktur alami serta mempunyai nilai
estetika yang tiada taranya. Selain sebagai lingkungan yang alami, terumbu
karang juga mempunyai banyak manfaat bagi manusia dalam berbagai aspek ekonomi,
sosial dan budaya (Kumaat, 2007).
Sayang, ternyata banyak terumbu karang yang rusak. Menurut data dari Program
Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang di Indonesia atau Coral Reef
Rehabilitation Management Program Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (COREMAP
LIPI), hanya 6,83 persen dari 85.707 km2 terumbu karang yang ada di Indonesia
berpredikat sangat baik (excellent). Terumbu karang yang sangat baik itu
tersebar di 556 lokasi.
Kerusakan terumbu karang yang semakin parah
dan sulit dihindari itu antara lain karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat tentang makna dan fungsi terumbu karang. Selain itu karena
kemiskinan masyarakat sekitar pantai sehingga mereka menjual terumbu karang.
Penyebab lain adalah ketamakan dari sebagian orang dalam eksploitasi terumbu
karang dengan tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Juga, kebijakan
dan strategi pengelolaan yang tidak jelas serta kelemahan kerangka
perundang-undangan dan penegakan hukum bagi perusak terumbu karang.
·
KONSERVASI TERUMBU KARANG
Negeri Indonesia adalah jambrud khatulistiwa dengan
berjuta pesona dengan keaneka ragaman dan budaya,dan hayati ini merupakan
limpahan Ramat dari Tuhan kepada masyarakat indonesia,oleh karena itu sebagai
warga negara indonesia harus menjaga, melestarikan dan mengolah kekayaan alam
indonesia untuk digunakan sebaik-baiknya bagi kita dan anak cucu kita
indonesia. Kita berdosa apabila kekayaan alam ini tidak diolah untuk digunakan
sebaik-baiknya dan melestarikannya agar anak cucu kita bisa merasakan nikmat
Kekayaan alam indonesia dari Tuhan.
Salah
satu kekayaan tersebut yakni terumbu karang. Sebagai ekosistem yang khas dan
terletak di daerah tropis, ekosistem terumbu karang memiliki produktivitas yang
cukup tinggi sehingga keanekaragaman biota yang ada di dalamnya cukup besar.
Kerusakan
terumbu karang akan mengurangi kemampuan karang untuk berperan dalam memberikan
perlindungan terhadap pantai dari ancaman ombak besar. Sebagai sumber ekonomi,
ekositem tersebut menghasilkan berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga,
tripang, kerang mutiara, dan memberikan tempat perlindungan dan tempat
berkembang biak bagi berbagai ekosistem karang. Terumbu karang memiliki peran
utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground),
tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), dan tempat pemijahan (spawning
ground) bagi berbagai jenis biota laut yang hidup di terumbu karang. Dengan
demikian ekositem ini secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat mata
pencaharian masyarakat nelayan.
Pengrusakan
terumbu karang tersebut khususnya yang disebabkan oleh aktivitas manusia,
merupakan tindakan inkonstitusional alias melanggar hukum. Dalam UU 1945 pasal
33 ayat 3 dinayatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Salah satu tujuan dari Strategi Konservasi
Dunia 1980 adalah menetapkan terumbu karang sebagai sistem ekologi dan
penyangga kehidupan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia dan
pembangunan berkelanjutan. Karena itu, terumbu karang di sebagai salah satu
sumberdaya alam yang ada di Indonesia, pengelolaannya harus di dasarkan pada
peraturan - peraturan,di antaranya :
1.
UU RI No. 4/1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup.
2.
UU RI No. 9/1985. Tentang perikanan.
3.
UU RI No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistem.
4.
UU RI No. 9/1990 Tentang Kepariwisataan.
5.
Peraturan pemerintah No. 29/1986 tentang analisa dampak lingkungan.
6.
Keputusan menteri kehutanan No. 687/Kpts.II/1989 tanggal 15 Nopember
1989 tentang pengusaha hutan wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman
Hutan Laut.
7.
Surat edaran Menteri PPLH No. 408/MNPPLH/4/1979, tentang larangan
pengambilan batu karang yang dapat merusak lingkungan ekosistem laut, situjukan
kepada Gubenur Kapala Daerah, Tingkat I di seluruh Indonesia.
8.
Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan No. IK.220/D4.T44/91, tentang
penangkapan ikan dengan bahan/alat terlarang - ditujukan kepada Kepala Dinas
Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia
Dalam
beberapa tahun terakhir tekanan terhadap terumbu karang semakin bervariasi dan
juga semakin meningkat secara kuantitas maupun kualitas. Kejadian gempa bumi
yang melanda lautan Indonesia pada 2004 juga mengakibatkan kerusakan pada
terumbu namun tidak dapat dibandingkan dengan kerusakan yang disebabkan oleh
manusia. Dampak langsung dari perubahan iklim juga semakin banyak terjadi pada
banyak terumbu karang. Dari analisis diperkirakan pada 2015, sekitar 50%
populasi dunia hidup di sepanjang pesisir, sebuah bahaya yang sangat besar
terhadap masa depan terumbu karang. Peningkatan kebutuhan pangan, komersialisasi
aktifitas perikanan, dan krisis ekonomi global akan berujung pada penangkapan
berlebih dan penurunan stok perikanan terutama di negara-negara miskin.
Untuk mengatasi tantangan ini, kita semua
perlu bekerja bersama. Dan terlibat dalam konservasi bisa dimulai dari hal yang
sangat mudah, dan tidak njelimet. Mulai dari hal-hal sederhana yang bisa kita
lakukan sendiri, bergabung dengan gerakan-gerakan sukarela, atau dengan
terlibat langsung di kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan konservasi.
Tips sederhana untuk bisa membantu
mengkonservasi terumbu karang dengan sederhana :
·
Terapkan prinsip 3 R (reduce-reuse-recycle) dan hemat energi. Terumbu
karang adalah ekosistem yang sangat peka terhadap perubahan iklim. Kenaikan
suhu sedikit saja dapat memicu pemutihan karang (coral bleaching). Mass
coral bleaching dapat diikuti oleh kematian massal terumbu karang, seperti
yang terjadi di hampir seluruh kawasan tropis 97-98, di Australia, 2002, dan di
Karibia, 2006. Kejadian coral bleaching terbaru tahun 2010 melanda banyak
sekali lokasi di Indonesia (laporan kejadian coral bleaching 2010) Jadi apapun
yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak global warming, akan sangat
membantu terumbu karang.
·
Buang sampah pada tempatnya. Hewan laut sering terkait pada sampah-sampah
sehingga mengganggu gerakannya. Sampah plastik yang transparan banyak
dibuktikan termakan oleh penyu karena tampak seperti ubur-ubur. Sampah plastik
ini akan mengganggu pencernaanya. Dibanyak lokasi terumbu juga dijumpai karang
dan biota laut lainnya yang bersifat bentik, sessile (tidak dapat berpindah)
yang mati akibat tertutup lembaran-lembaran plastik. Ingat,plastik tidak hancur
dalam satu malam saja!
·
Apabila Anda berlibur, pilih dan pastikan operator/agen/tour Anda
menerapkan prinsip ramah lingkungan.
·
Bergabung dengan jejaring informasi , milist-milist lingkungan,
berbagi ilmu, informasi, pendapat, dan saling berdiskusi, ajak orang lain untuk
terlibat, membangun trend dan gerakan, GAYA HIDUP yang ramah lingkungan.
·
Bergabung dengan gerakan-gerakan sukarelawan, atau terlibat aktif dalam
kegiatan pelestarian lingkungan. Ada berbagai kegiatan yang bisa rekan-rekan
ikuti, seperti jaringan sukarelawan survei terumbu karang (JKRI), trip-trip
penelitian, reboisasi, magang di lembaga pelestarian lingkungan dan
lain-lainnya (volunteer Reef Check)
·
REHABILITASI
Laporan
Reef at Risk (2002) menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara
dengan status terumbu karang yang paling terancam. Selama 50 tahun terakhir,
proporsi penurunan kondisi terumbu karang Indonesia telah meningkat dari 10%
menjadi 50%. Lebih lanjut, hasil survey P2O LIPI (2006) menyebutkan bahwa hanya
5,23% terumbu karang di Indonesia yang berada di dalam kondisi yang sangat
baik.
Laporan status terumbu karang dunia yang
dikeluarkan Global Coral Reef Monitoring Network (GCRMN) menyebutkan bahwa
dalam selama 2004 hingga 2008 luasan area terumbu karang semakin menurun. Dalam
periode 2004 hingga 2008, 19% luasan terumbu karang dunia telah hilang, 15%
terancam hilang 10-20 tahun kedepan dan 20% luasan terancam hilang 20-40 tahun
mendatang. Di Indonesia sendiri 34% berada dalam kondisi sangat buruk 42% agak
baik sedang hanya 21% dalam kondisi sehat dan 3 % sangat sehat.
Faktor utama yang menyebabkan kerusakan
ekosistem terumbu karang di Indonesia karena kurangnya kepedulian masyarakat
untuk menjaga dan melestarikan ekosistem ini. DPL-BM (Daerah Perlindungan Laut
(Marine Protect Area) Berbasis Masyarakat) merupakan program dengan kegiatan
utama memberikan wawasan kepada masyarakat dan menanamkan kepedulian untuk
bersama-sama menjaga ekosistem pesisir yang ada disekitarnya yang dijadikan
DPL-BM. Dengan program DPL-BM, masyarakat akan dirangsang untuk mengembangkan
kearifan lokal, peningkatan rasa memiliki terhadap ekosistem terumbu karang sehingga
akan berkembangnya metode penangkapan yang ramah lingkungan dan lestari. Selain
itu, akan berkembang pula mata pencaharian alternatif selain penangkapan
seiring berkembangnya wawasan masyarakat pesisir .
Tanpa kesadaran masyarakat tentang dampak yang
timbul bila terumbu karang itu rusak, sangat sulit untuk mengajak masyarakat
untuk ikut serta di dalam mengelola terumbu karang di daerahnya. Maka perlu
pelebaran dan menyebarkan akses informasi kepada khalayak (stakeholder) yang
berkepentingan terhadap pemanfaatan sumber daya laut dan terumbu karang secara
berkelanjutan.
Dalam rangka melestarikan ekosistem terumbu
karang, disarankan beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu:
1.
Menetapkan sedikitnya 30% dari luas wilayah pesisir untuk dijadikan
hutan lindung,
2.
Melakukan rehabilitasi lahan sekurang-kurangnya 20% dari luas lahan
terbuka yang ada,
3.
Mengharuskan berbagai kegiatan usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan
lahan untuk melakukan rehabilitasi lahan sebagai syarat perijinan dan pemyataan
tersebut disertakan dalam kontrak kerja,
4.
Memberikan penyuluhan tentang manfaat terumbu karang kepada masyarakat
5.
Memberikan penyuluhan tentang pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan
dalam pendidikan di lingkungan sekolah,
6.
Penegakan hukum bagi pelaku perusakan terumbu karang hendaknya tidak
sekedar dituangkan dalam bentuk peraturan perundangan saja, tetapi juga tegas
dalam pelaksanaan di lapangan sesuai undang-undang yang berlaku.
Beberapa
penyebab terjadinya kerusakan terumbu karang diantaranya disebabkan oleh ulah
manusia, yakni penangkapan ikan dengan cara yang merusak seperti penggunaan
dinamit sebagai alat pengebom, penggunaan sianida sebagai racun dan jaring
penangkap ikan yang sifatnya merusak. Pemanasan global menyebabkan coral
bleaching (pemutihan karang). Pengambilan terumbu karang yang digunakan untuk
bangunan rumah, hiasan atau pajangan dan masih banyak pengalihan fungsi terumbu
karang yang hanya untuk peningkatan ekonomi pribadi dan sifatnya tidak
konservatif. Dalam memulihkan kondisi terumbu karang secara normal dibutuhkan
waktu yang sangat lama. Namun saat ini telah dikenal banyak metode, salah
satunya adalah metode transplantasi karang
Transplantasi karang merupakan salah
satu upaya rehabilitasi terumbu karang melalui pencangkokan atau pemotongan
karang hidup yang selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan
atau menciptakan habitat yang baru pada lahan yang kosong.
Manfaat dari transplantasi karang adalah
mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, rehabilitasi
lahan-lahan kosong atau yang rusak sehingga dapat mendukung ketersediaan jumlah
populasi ikan karang di alam, menciptakan komunitas baru, konservasi plasma
nutfah, pengembangan populasi karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan
keperluan perdagangan.
Secara sederhana teknik transplantasi
mencakup tahapan berikut.:
1.
Pengambilan bibit koloni karang, Pengambilan bibit koloni karang
sebaiknya dilakukan di daerah lain yang memiliki kedalaman yang sama dengan
lokasi transplantasi.
2.
Pengikatan bibit koloni karang ke substrat. Substrat pengikatan karang
dapat berupa gerabah atau semen.
3.
Penenggelaman transplantasi karang dan rangka (bila ada).
4.
Perawatan, dilakukan untuk memantau tingkat stres dan kelangsungan hidup
karang transplantasi.
Saat
ini, teknik transplantasi karang juga telah dikembangkan lebih jauh untuk
mendukung pemanfaatan yang berkelanjutan. Selain untuk pemanfaatan terumbu
karang secara lestari (perdagangan karang hias), juga guna mengembangkan wisata
bahari misalnya membuat lokasi penyelaman (dive spot) menjadi lebih indah dan
menarik sehingga dapat mendorong kenaikan jumlah wisatawan ataupun untuk
menunjang kegiatan kegiatan penelitian.
Perbedaan dari setiap kegiatan transplantasi
terutama terletak pada jenis bibit yang dipakai. Jenis bibit yang dipakai untuk
transplantasi perdagangan karang hias dipilih dari jenis-jenis karang yang
masuk dalam daftar perdagangan karang hias. Untuk wisata bahari, jenis bibit
yang dipakai berasal dari jenis-jenis yang memiliki penampilan warna dan bentuk
yang indah serta aman disentuh (tidak menimbulkan gatal atau luka).
Untuk pemulihan kembali lokasi terumbu karang
yang telah rusak/rehabilitasi karang, jenis bibit yang dipakai dipilih dari
jenis-jenis yang terancam punah di lokasi tersebut, pernah hidup di lokasi
tersebut, dan tersedia sumber bibit yang memadai. Kegiatan transplantasi karang
yang ditujukan untuk menunjang kegiatan kegiatan penelitian, sumber bibitnya
disesuaikan dengan jenis-jenis karang yang akan diteliti.Inilah salah satu
upaya dalam penyelamatan ekosistem terumbu karang, walapun dalam perjalannya
sudah banyak dikembangkan dengan teknik lain dan dengan berbagai tujuan pula.
Akan tetapi, berhasil tidaknya program rehabilitasi terumbu karang melalui
metode transplantasi juga tidak terlepas dari kesadaran masyarakat akan
pentingnya fungsi ekositem ini baik secara biologi, ekonomi, dan fisik.
·
STUDI KASUS
Sedimentasi
adalah masuknya muatan sedimen ke dalam suatu lingkungan perairan tertentu
melalui media air dan diendapkan di dalam lingkungan tersebut. Sedimentasi yang
terjadi di lingkungan pantai menjadi persoalan bila terjadi di
lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas manusia yang membutuhkan kondisi perairan
yang dalam seperti pelabuhan, dan alur-alur pelayaran, atau yang membutuhkan
kondisi perairan yang jernih seperti tempat wisata, ekosistem terumbu karang
atau padang lamun. Untuk daerah-daerah yang tidak terdapat kepentingan seperti
itu, sedimentasi memberikan keuntungan, karena sedimentasi menghasilkan
pertambahan lahan pesisir ke arah laut .
Permasalahan saat ini dilihat dari tutupan
karang hidup yang rendah serta banyaknya ditemukan karang mati. Banyaknya
karang mati yang ditemukan diduga disebabkan oleh berbagai kegiatan pembangunan
yang berlangsung.
Banyak sekali manfaat dari terumbu karang;
Tempat tinggal, berkembang biak dan mencari makan ribuan jenis ikan, hewan dan
tumbuhan yang menjadi tumpuan kita. Dari segi fisik terumbu karang berfungsi
sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras
dapat menahan gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah
rusaknya ekosistem pantai lain seperti padang lamun dan mangrove. Keindahan
terumbu karang sangat potensial untk wisata bahari. Masyarakat disekitar
terumbu karang dapat memanfaatkan hal ini dengan mendirikan pusat-pusat penyelaman,
restoran, penginapan sehingga pendapatan mereka bertambah.
Namun pengaruh kegiatan pembangunan pada
ekosistem terumbu karang cukup besar, meliputi perusakan karang secara langsung
melalui ledakan bom maupun penambangan karang, pencemaran dari berbagai
kegiatan di sepanjang pesisir, dan sedimentasi yang dapat meningkatkan
kekeruhan perairan dan menghambat pertumbuhan karang, bahkan mematikan terumbu
karang. Berdasarkan pengamatan dalam kurun waktu tahun 2000-2006, kegiatan
pembangunan yang pengaruhnya paling besar pada ekosistem terumbu karang adalah
kegiatan pembukaan lahan. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa peningkatan
pembukaan lahan menyebabkan penurunan persentase tutupan karang hidup.
Penyebab kerusakan terumbu karang di wilayah
pesisir yaitu (Maul, 2010):
1.
Kemiskinan masyarakat dan kesulitan adaptasi pada matapencaharian
altematif.
2.
Keserakahan dari pemilik modal.
3.
Lemahnya penegakan hukum (law enforcement).
4.
Kebijakan pemerintah yang belum memberikan perhuran pada pengelolaan
kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan lautan, khususnya terumbu karang.
5.
Sedimentasi di dasar perairan
Intinya,
ancaman utama yang tercatat adalah: pembangunan daerah pesisir, polusi laut,
sedimentasi dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan
sumberdaya berlebih), destruktif fishing (penangkapan ikan dengan cara
merusak), dan pemutihan karang ( coral bleaching ) akibat pemanasan
global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar